Merayakan Masa Muda Dengan Sum 41 di Singapura

Oleh: verdy - 28 Aug 2017

Jika usia anda telah memasuki kepala tiga tahun ini, selamat! Anda sudah mulai berdamai dengan hidup. Dan jika anda memasuki usia 30-an tahun ini maka mendengarkan band pereda kemarahan era remaja seperti Blink 182, Simple Plan, hingga Sum 41 sudah sangat jarang sekali bukan? Kita turut diterpa musik elektronis yang menjadi asupan harian telinga kita saat ini.

Maka kesempatan menyaksikan konser Sum 41, Kamis 24 Agustus 2017 di Singapura adalah sebuah kepekatan darah “kalau tidak sekarang, kapan lagi!” Berbekal nostalgia dan romantika masa muda, saya bergerak ke pulau seberang.

Konser dilangsungkan di Zepp@Big Box Singapore. Saya sempat kaget, karna Big Box adalah sebuah pusat perbelanjaan furnitur, ternyata Zepp Live Hall memang terletak di salah satu lantai bangunan besar ini. Pukul 19.00 waktu setempat, penonton sudah tampak mulai ramai dan antri, dan tak lama kemudian kami pun mulai masuk ke dalam Live Hall yang memang cukup lapang tersebut.

Tanpa menunggu lama, tepat pukul 20.00, band yang kini beranggota lima orang ini muncul satu persatu di panggung. Deryck Whibley (Vokal/Gitar) tampak enerjetik, di sisi kiri Dave “Brownsound” Baksh (Gitar) berdiri tegak dengan gagah, sementara itu Cone McCaslin (Bass) terlihat awet muda di sisi kanan. Dua personil lainnya mungkin tidak cukup familiar bagi anda yang tidak lagi mengikuti perkembangan ialah Tom Thacker (Gitar) dan Frank Zummo (Drum).

Darah muda memang diajak menggelegak sedari awal. “The Hell Song” dan “Over My Head (Better Off Dead)” memaksa persendian mencari-cari tumpuan terbaik sebelum melakukan hal bodoh dan menyesal di malam hari. Tapi tentu konser memang tak hanya akan diisi dengan tembang nostalgia, Sum 41 yang tengah mempromosikan album baru mereka berjudul “13 Voices” yang rilis tahun lalu. “Fake My Own Death”, “Goddamn I’m Dead Again” dan “War” mampu bersanding dengan baik dengan lagu-lagu Sum 41 yang mungkin telah lebih dulu familiar di generasi saya.

Deryck malam itu tampil sangat komunikatif, mengajak penonton yang sungguh pemalu untuk membentuk circle pit, bernyanyi bersama dan menikmati pertunjukan. Haha. Tapi jangan pula membayangkan mereka tampil liar seperti kala muda, mereka masih jejingkrakan kok, tapi tentu mereka tetap menjaga tenaga.

“Underclass Hero” dan “Walking Disaster” kembali menyegarkan ingatan, hidup sebagai remaja itu tidaklah mudah. Dan kedua lagu ini seperti penyelamat arah. Dengan volume sekeras-kerasnya di kamar, segala macam permasalahan yang membuat pikiran kacau seperti lepas sesaat. Dan menyaksikan secara langsung dua lagu ini dimainkan adalah cara terbaik mengingat kembali masa-masa tersebut.

Sum 41 menunjukkan mereka tidak kasih kendor malam itu dengan membawakan “No Reason”, “We’re All to Blame” dan “Still Waiting” dan respon penonton yang tak lebih dari berteriak dan sing-a-long menurut saya masuk akal sih. Di negeri yang hampir semua kegiatan sehari-harinya berpendingin ruangan dan penonton yang terbagi antara penikmat nostalgia dan keluarga baru Sum 41 tentu pogo dan circle pit seringkali gagal terjadi.

Ok, jika anda pun cukup penasaran dengan lagu-lagu dari debut album “All Killer No Filler” apa saja yang dibawakan malam itu, “Makes No Difference” lagu pertama yang direkam oleh Sum 41, dua puluh satu tahun yang lalu, yap, anda tua. “Motivation”, “In To Deep”, dan “Fat Lip” yang menjadi penutup konser.

Seusai konser saya sempat membayangkan apa kabar teman-teman saat sekolah menengah dulu, teman -teman yang turut mendengarkan Sum 41 sebagai pelepas marah. Apa kabar mereka hari ini? Mereka sepertinya baik-baik saja, menyelesaikan deadline dari kantor, atau tengah mengurusi keluarga kecil nan bahagia. Miss the old time!

Photo by Aloysius Lim (Twitter/IG: @aloysiuslim & Website: aloysiuslim.com).

verdy
More from Creative Disc