Interview With Calvin Harris

Oleh: welly - 28 Feb 2010

Photobucket

Beberapa waktu lalu berkat kerjasama dengan Sound Up dan Sony Music, saya mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai Calvin Harris. Jumat sore awal Februari lalu, bertempat di EX, wawancara berlangsung di tengah keriuhan sosialita media. Di luar hujan deras yang turun, menambah dingin udara sore itu. Untunglah Calvin sendiri tidak seperti yang diberitakan di luar sana sebagai pribadi yang antisocial. Mengenakan blue jeans dan t-shirt putih, dengan hangat pria bertinggi 180 cm ini melayani satu persatu pertanyaan dari setiap kami. Calvin bercerita bagaimana ia mulai membuat musik dan merekamnya dengan computer pemberian abangnya. Saat remaja lain sebayanya bermain game computer, ia menjadikan musik seperti game computer bagi dirinya sendiri. Ia menyebut musiknya sebagai edgy dance music. Calvin juga mengungkapkan kalau Karibia akan menjadi tempat menyendiri yang sempurna baginya. Calvin juga ternyata tidak terlalu besar kepala dengan julukan king of electropop yang disematkan padanya. Pada kenyataannya ia merasa itu hanya sebuah julukan yang diberikan seseorang wartawan kepadanya. Calvin tidak merasa dan tidak pernah mengumumkan dirinya adalah yang terhebat dalam electropop. Tapi ia tetap merasa senang jika ada seseorang yang mengganggap dirinya hebat. Calvin juga mengungkapkan bahwa orang sering salah mengerti tentang musiknya. Seperti halnya saat ia memasukkan unsur saxophone, orang sering mengganggap musiknya terinspirasi dari musik 80-an. Padahal ia mengambil inspirasi musik dari berbagai genre musik modern.

Timmy M.: Apa yang menjadi titik balik hingga Anda memutuskan untuk menjadi seorang musisi electro?

Calvin Harris: Saat aku masih di bangku SMU, seseorang datang ke kelasku dan mengatakan tak perlu memikirkan untuk melanjutkan kuliah di universitas. Kemudian ia mengajak kami untuk ke hall dan menikmati musik dance di sana. Aku berpikir apa yang dikatakannya itu ada benarnya. Aku bukanlah seorang murid dengan tingkat kepandaian yang mengagumkan. Aku berpikir aku tidak tahu apa yang akan kulakukan di universitas, aku pasti akan meninggalkan bangku kuliah di tengah jalan. Setelah lulus aku bekerja di sebuah toko. Aku mulai berpikir mungkin sebaiknya aku melanjutkan ke universitas. Aku menyesali keputusan untuk tidak melanjutkan ke universitas. Itulah sebabnya aku tidak menganjurkan hal itu kepada anak-anak muda, lebih baik konsentrasi dengan sekolahmu dan lanjutkan pendidikan ke universtas. Dan pada saat itulah aku mulai memikirkan apa yang akan aku lakukan dengan hidupku. Pada saat usiaku sudah 22 tahun aku berhasil mendapatkan kontrak rekaman. Jadi butuh waktu yang lama sejak aku berusia 17 tahun hingga aku memutuskan terjun sepenuhnya ke dunia ini.

TM.: Apakah album berikutnya akan sama radio friendly dengan album kedua Anda?

CH: Semoga saja, sebab aku suka musik pop namun aku juga menyukai dance. Bagi ku membuat musik dengan nuansa yang gelap bukanlah sebuah pilihan. Jadi kuharap aku dapat membuat album berikutnya lebih ngepop.

TM.: Banyak artis hip-hop Amerika mulai menjadikan dance musik Eropa sebagai referensi untuk eksplorasi musik mereka, apa pendapat Anda?

CH: Itu bagus sekali. Musik menjadi jauh lebih menarik saat ini. Aku rasa Akon-lah yang pertama kali memulai fenomena ini. Ia berhasil memasukkan pengaruh musik dance Eropa ke dalam lagu-lagunya dengan pas. Dan ia berhasil menyebarkan fenomena ini. Ia berhasil memadukan tanpa terdengar terlalu berlebihan, tanpa terlalu banyak memasukkan synthesizer ke dalamnya. Aku tidak terlalu menyukai musik yang terlalu ‘machined’, aku lebih menyukai musik yang lebih humanis, lebih organik, bukan yang sintetik. Karena yang penting adalah manusia di balik lagu itu. Aku rasa Black Eyed Peas termasuk sukses dalam hal ini, karena lewat lagu-lagu mereka, kita bisa merasakan sisi manusianya.

TM.: Apa Anda tertarik untuk berkolaborasi dengan artis musisi lainnya?

CH: Sejujurnya aku cenderung membatasi diri untuk bekerja sama dengan artis musisi lainnya. Aku lebih tertarik untuk mengerjakan musikku sendiri. Karena saat berkolaborasi misalnya memroduseri artis lain, diperlukan banyak penyesuaian diri dengan berbagai pihak selain artisnya sendiri, seperti perusahaan rekaman, manajemen dan yang lainnya. Jauh lebih mudah untuk membuat album sendiri. Aku menyimpan lagu terbaik untuk diriku sendiri.

TM.: Lady Gaga saat ini menguasai lantai dansa, apa pendapat Anda tentang fenomena ini?

CH: Aku tidak terlalu menyukai musik Lady Gaga. Musiknya terasa begitu pabrikan. Dia membuat albumnya dengan orang lain. Seseorang di perusahan rekaman yang membuat musiknya, bukan Lady Gaga sendiri. Seseorang dari perusahaan rekamannya pernah menawariku untuk mengerjakan lagunya, tapi aku menolaknya. Aku menyukai Lady Gaga, tapi aku tidak menyukai lagunya. Aku tidak akan mengerjakan musik yang lagunya tidak kusukai, kecuali aku sudah sangat putus asa.

(Timmy / CreativeDisc Contributors)

Photo by Agung (SoundUp)

welly
More from Creative Disc