Linkin Park: A Thousand Suns World Tour 2011 Live in Jakarta

Oleh: admincd - 24 Sep 2011
Linkin Park: A Thousand Suns World Tour 2011 Live in Jakarta

Sorak-sorai, tepuk tangan, dan histeria penonton tiba-tiba saja bergemuruh, menggetarkan Gelora Bung Karno seiring dengan diputarnya “The Requiem”, intro berdurasi 2 menitan tersebut pun juga yang mengantarkan satu-persatu personil Linkin Park (LP) keluar dari balik panggung. 20.000 lebih penonton yang memadati GBK kemarin malam (21/09/2011) pun serentak tanpa komando menyambut band pujaan mereka. Rasa kesal menunggu hingga 2 jam sepertinya hilang, ketika Chester Bennington dan kawan-kawan sudah berdiri mantap diatas panggung yang juga dilengkapi dua layar besar di kanan dan kiri panggung, saya juga dihitung orang yang kesal dan terkantuk-kantuk (belum lagi gerah, lapar, dan haus) karena pertunjukkan agak telat hampir 20 menitan dari jadwal yang direncanakan, yaitu pukul 8 malam. Namun begitu penonton dihajar lagu pembuka, “Papercut”, dari album LP yang pertama Hybrid Theory (2000), pukulan telak ke telinga tersebut seketika bikin saya dan lautan penonton terhipnotis dan lupa dengan segala macam kegalauan, semua diajak bergembira, berjingkrak-jingkrak, dan menyanyi bersama.

Saya datang ke GBK sekitar pukul 5 sore, prediksi saya tidak meleset, areal luar konser sudah dipenuhi mereka yang ingin menonton LP, berbaur dengan berbagai macam stand dari yang menjual panganan khas konser seperti hotdog, sampai stand merchandise yang menawarkan pernak-pernik LP, termasuk kaos juga. Mata saya sebenarnya khilaf tergoda dengan para SPG yang lalu lalang dengan sapaan seksi-nya, tapi ada yang lebih menarik (mencari alasan saja) jalan aspal yang biasanya jika hari Minggu dipakai untuk lari pagi oleh warga Jakarta, sekarang dipenuhi antrian panjang orang-orang yang menunggu gate GBK dibuka. Di setiap pintu masuk yang disediakan sebagai akses ke area konser, akan terlihat antrian memanjang seperti ular, kebanyakan anak muda, anak-anak ABG, tidak sedikit dari mereka yang ditemani orangtuanya. Kira-kira sekitar satu jam setelah saya tiba lalu keliling venue melihat-lihat stand yang berjejer disana, pintu masuk dibuka, dan mereka yang tadinya asyik duduk-duduk sambil ngobrol dan makan, mulai berdiri tidak sabar ingin masuk ke dalam. Saya yang sejak datang kerjaannya hanya makan, langsung menuju pintu masuk yang sudah ditentukan, seperti biasa ada pemeriksaan tas dan badan. Keamanan bisa dibilang sangat ketat, ada ratusan petugas dari kepolisian yang berjaga di setiap sudut kalau-kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Untung-nya sampai acara selesai, “Alhamdulillah ya…” semua berjalan aman dan damai.

Suasana didalam tidak kalah heboh dengan hiruk-pikuk penonton yang berlarian ke area festival, dan juga mereka yang sibuk mencari kursi di area tribun. Saya berada di sayap kiri, agak jauh memang dari panggung tapi seru bisa melihat penonton festival di bawah dan bisa memotret keseluruhan panggung. Dari sejak gate dibuka, aliran penonton yang masuk ke area konser tidak berhenti, awalnya memang GBK terlihat sepi, tapi tunggulah satu jam kemudian, area festival dan tribun seketika padat, berisi kebanyakan anak muda dengan atribut kaos LP, sedangkan saya justru memakai kaos dari band lain. Sesekali ada terdengar keriuhan penonton mengelu-elukan “Linkin Park…Linkin Park”, lalu kemudian hening. Intro “The Requiem” yang langsung dihajar dengan “Papercut” tidak hanya jadi pemecah keheningan, tapi mulai memanaskan GBK, stadion utama itu betul-betul dibuat menggelora oleh LP yang dari awal bermain tanpa cacat.

LP tanpa banyak menyapa penonton pun langsung menggeber lagu kedua, “Given Up”, dari album ketiga bertajuk Minutes to Midnight (2007). Lewat kocokan gitar Brad Delson yang memulai lagu tersebut, penonton pun diajak untuk bertepuk tangan cepat, sebelum akhirnya disusul gebukan drum Rob Bourdon. Hentakan musik yang cukup keras dengan teriakan Chester “Put me out of misery… Put me out of misery…” jadi tanda bagi lautan penonton di GBK untuk semakin menggila. “New Divide” yang merupakan bagian dari soundtrack “Transformers: Revenge of the Fallen”, menyambung kemeriahan konser LP. Lagu yang penuh semangat tersebut pun mengajak penonton untuk ikut bernyanyi bareng bersama Chester. Luapan energi penonton yang besar pun makin mengguncang GBK saat lagu ke-empat dimainkan, “Faint”, dari album Meteora (2003) seperti sebuah pecut untuk memacu penonton untuk semakin meloncat dan berteriak. “…Don’t turn your back on me I won’t be ignored”, sekali lagi Chester mengajak penontonnya ikut bernyanyi sambil menodongkan mic-nya ke arah penonton.

Chester yang terakhir kali saya lihat tampil di film “Saw 3D” (dengan nasib yang kurang beruntung) pun tidak hanya jago “teriak-teriak”, namun ikut menabuh perkusi bersama sang gitaris di lagu “Empty Spaces” yang langsung diikuti ” When They Come For Me”. Dua lagu yang diambil dari album terbaru mereka A Thousand Suns (2010), yang juga dijadikan embel-embel tour dunia mereka. Nomor-nomor ciamik lain dari album ini yang juga dibawakan diantaranya: “Waiting for the End”, “Iridescent”—yang kembali mengisi soundtrack film ketiga “Transformers”, lagu dengan ritme mendayu-dayu, easy-listening, dan punya lirik yang dalam ini pun, untuk kesekian kali memancing penonton untuk ikut bernyanyi bersama lagi. “The Catalyst”, dan “Blackout”, masih dari album baru pun ikut dibawakan, meramaikan deretan 20-an lagu yang dimainkan oleh LP dengan luar biasa di GBK malam kemarin. LP juga tidak lupa memainkan nomor-nomor hits-nya dari album kedua mereka, Meteora, selain “Faint” yang dibawakan untuk lagu kedua. Dentingan intro piano “Numb” langsung disambut histeris penonton, ikut bernyanyi bersama seperti sudah jadi kewajiban untuk lagu yang satu ini, GBK pun terkesan bagaikan paduan suara terdiri dari ribuan orang yang menyanyikan chorus lagu ini “I’ve become so numb, I can’t feel you there…”. Yah termasuk juga saya yang walau berada jauh dari panggung, tetap berusaha ikut bernyanyi bersama, disusul oleh “Breaking the Habit” yang membuat kita ingin bergoyang, makin melupakan waktu yang cepat berlalu.

LP betul-betul bermain tanpa jeda, Chester asyik bernyanyi tanpa ingin berbasa-basi dulu dengan penontonnya yang setia ikut bernyanyi sejak awal. Selain mengucapkan terima kasih di akhir setiap lagu, Chester dan Mike Shinoda yang sibuk nge-rap, bermain gitar, dan keyboard ini nyaris jarang menyapa penonton. Tapi bukan berarti tidak ada chemistry sama-sekali di konser tersebut, selain lagu-lagu hitsnya yang bisa dibilang sudah “sehati” dengan para fans-nya, Mike Shinoda yang belakangan ini sedang heboh dibahas karena perannya dalam membuat musik scoring untuk “The Raid”, tidak hanya asyik di tengah panggung sesekali ia akan mendekat ke bibir panggung, begitu pula Chester. Setidaknya penonton merasa dekat dengan band yang mereka sedang nikmati, walau mereka jarang berkata “halo”. Kedekatan ini pun dimanfaatkan LP untuk mengajak kita sedikit nostalgia dengan lagu-lagu dari album pertama mereka, Hybrid Theory. Setelah dihajar “Papercut” yang menjadi pembuka konser, “Crawling“ seakan membuat saya kembali ke masa-masa sekolah dulu. Intro yang dimainkan Joe Hahn atau lebih dikenal DJ Hahn/ Mr. Hahn pun disambut oleh kepalan tangan dan tepuk tangan penonton, spontan mereka pun bernyanyi tanpa disuruh. GBK kian membara disusul oleh “One Step Closer” yang memerintahkan penonton untuk loncat setinggi-tingginya dan berteriak “Shut up when I’m talking to you” bersama Chester. Lagu terbaik di album yang menurut saya terbaik dari LP.

Energi penonton seakan tidak ada habisnya, tapi LP harus menyudahi konser keduanya di Indonesia ini. “In The End”, masih dari album Hybrid Theory sepertinya menjadi sebuah tanda jika penonton akan segera berpisah dengan band kesayangan mereka. Disusul oleh dua lagu dari album “Minutes to Midnight”, yaitu “What I’ve Done” yang memberikan kesempatan penonton untuk kembali bernyanyi bersama-sama, menikmati menit-menit terakhir mereka di konser yang bisa saya bilang AWESOME ini. Konser yang menghibur dan juga memuaskan, walau Mike Shinoda dan kawan-kawan harus segera terbang lagi ke negara lain untuk konser berikutnya, mereka tetap profesional dan menampilkan aksi panggung yang total. Konser yang asyik tadi malam pun ditutup oleh lagu yang memang disiapkan LP sebagai lagu penutup di konser-konsernya, yaitu “Bleed It Out”, lagu yang mengajak penonton bersenang-senang sebelum meninggalkan GBK. Rob Bourdon pun memamerkan aksinya menabuh drum di lagu ini. “We want more” masih saja terdengar ketika lagu terakhir usai, tapi kali ini konser benar-benar sudah berakhir. Satu-persatu personil band melambaikan tangannya, mengucapkan terima kasih, sambil membagi-bagi “souvenir” konser, seperti stick drum yang dilempar-lempar ke arah penonton oleh Rob. LP pun menghilang ke balik panggung yang ditata sederhana namun terlihat megah oleh tata lampu yang ciamik, belum lagi tata suaranya yang “nikmat” di kuping. Konser yang dipromotori oleh Big Daddy terbilang sukses dan jempolan, penonton pun pulang dengan puas.

(Rangga Adithia)

Review ini juga terdapat di Raditherapy.com

Images courtesy of Raditherapy and Suara Pembaruan

admincd