Lagu dan Memori yang Terlupakan

Oleh: verdy - 22 Jun 2015

Suka atau tidak, setiap lagu kesukaan memiliki kenangan tersendiri. Seketika hasil proses kreatif dari penulis lagu seolah-olah menceritakan (menyindir) apa yang terjadi dalam hidup kita. Padahal semua itu bisa saja fiktif belaka, jika terjadi kesamaan nama tokoh maupun tempat, itu hanyalah ketidaksengajaan belaka. (Kok jadi FTV??)

Banyak faktor yang mempengaruhi keterikatan memori dengan sebuah lagu. Mari simak sebuah cerita berikut (lho beneran jadi FTV??). Dua insan muda yang tengah di mabuk asmara, terlibat prahara cinta segitiga. Sang pria yang terus menerus “kasih rapat” mengirimkan potongan lirik Ariana Grande feat The Weeknd “Love Me Harder”. Cause if you want to keep me, you gotta gotta gotta gotta love me harder. Sang wanita yang memang tengah dalam fase “bosan” dengan pacarnya, menangkap kode tersebut sebagai sebuah dorongan dari sang pria untuk segera meninggalkan kekasih hati yang telah 5 tahun dipacarinya. Singkat cerita, umpan serak sang pria bersambut dengan keputusan nekat sang wanita. Mereka bersatu, dan “Love Me Harder” menjadi soundtrack-nya. Setidaknya begitu mereka berdua mengingatnya.

https://www.youtube.com/embed/DVnz9iyolLA

Kedua pasangan ini hanya bisa bertukar pandangan dan tersenyum malu-malu. Ketika mereka nge-date resmi pertama kali di sebuah pusat perbelanjaan dan berkumandang duo suara Ariana dan The Weeknd yang bernama asli Abel Tesfaye. Kencan pertama itu berakhir manja di bioskop, dengan sang wanita yang ngedusel pada sang pria di bagian akhir film Insidious bernomor tiga. Satu minggu berselang, sang pria disibukkan kembali dengan realita, sang wanita? Kembali dengan pacarnya. (lho kok??) Pahit? Entah kenapa sang pria merasa biasa saja. Justru sebaliknya, fakta bahwa ia memanfaatkan momen sang wanita yang tengah gundah gulana membuatnya merasa hina dina.

Kini ia pun tak tertarik untuk kembali mendapatkannya. Tak ada unsur kesengajaan yang membuatnya mengirimkan beberapa potongan lirik dari penyanyi lainnya. Sang wanita pun telah memblokirnya dari berbagai jejaring media sosial, maupun aplikasi bertukar pesan. Lantas ia hanya bisa meninggalkan golak asmara sesaat itu dengan melupakan kenangannya. Dan tentu lagu yang menjadi pendukungnya.

Saya rasa cukup banyak cerita-cerita serupa, yang melibatkan cinta dan tembang pengiringnya. Musisi yang tak tahu apa-apa harus menerima konsekuensinya, dibenci oleh mereka yang tersakiti. Padahal, jangankan bertemu muka. Mengenal saja tidak rupanya.

Saya sendiri terbawa dalam memori-memori yang sepertinya saya lupakan. Semua bermula dari sebuah lagu pembuka album kedua milik jejaka lantai dansa, Zedd, “True Colors”. Lagu berjudul “Addicted to a Memory” menghasilkan pertanyaan, apakah benar begitu candunya kita pada kenangan? Lantas hal ini pulakah yang membuat kita susah untuk moveon, misalnya.

Saat saya mencari kenangan yang telah terlupakan (saya berusaha tidak melibatkan kisah cinta lama untuk digali kembali), saya bingung sendiri. Namun justru ketika saya berusaha mencari-cari apa yang terlupakan dalam kepala membawa saya pada sebuah lagu di tahun 2001. Milik sebuah band asal Belanda, Di-Rect. Berjudul “Inside My Head”. Sempat saya bertanya kepada beberapa orang teman, apakah ada yang mengingat band ini, semua serentak menyebut lagu yang sama.

https://www.youtube.com/embed/jbPMMZxrWF8

Band ini telah ditinggalkan vokalisnya sejak tahun 2009. Dan ketika mengunjungi Indonesia pada 2010 di gelaran Java Rockin’land mereka telah bersama vokalis baru. Corak suara vokal baru yang berbeda pun membuat perbedaan musikalitas dari band tersebut kini. Iya, saya menggali kembali tentang mereka.

Kenangan yang terbawa bersama lagu itu tampak samar-samar. Saya masih dibangku sekolah. Pertemuan saya dengan lagu ini pun hanya di layar kaca. Sekilas dengar lagu ini memang bisa dituduh seperti milik Lifehouse atau 3 Doors Down yang memang di kala itu genre alternatif menjadi biangnya. Kelirihan pada bagian reff, saat pertanyaan “is it you inside my head?” dinyanyikan berulang-ulang, membawa kembali nostalgia romantika sekolah menengah pertama. Pubertas remaja, perubahan referensi akan musik sebagai bentuk pengukuhan jati diri meski masih bercelana biru. Sembari kini berusaha merefleksikan kembali lirik yang sama pada ingatan segar yang ada. “is it you inside who says, that i become someone else?”. Bisa ugaakk!! Kita menjadi seperti saat ini sebagai bagian dari proses panjang titik kulminasi memori-memori masa lalu. Jika saya tak lagi sama, jujur saya tak akan menyalahkan kenangan beserta lagu yang saya lupakan. :)

Jadi apa lagu dan memori yang terlupakan bagi kamu? Atau kamu masih berusaha melupakan kenangan yang tertinggal? Seperti sang pria yang kembali terluka melihat pengumuman konser Ariana Grande di Indonesia dengan harga tiket hampir tujuh juta?

Noverdy Putra

CreativeDisc Contributor

@verd_

verdy
More from Creative Disc