Album of the Day: Halsey - Hopeless Fountain Kingdom (Deluxe)

Oleh: admincd - 10 Jun 2017

Virgin EMI

Halsey pernah menyebutkan jika film merupakan inspirasi utama dari musikalitasnya. Dan itu terbukti dalam debutnya, "Badlands" (2015), yang memiliki konsep tak kalah dengan film-film remaja berseting dystopia akhir-akhir ini. Atau bahkan serial aksi "Into the Badlands" yang setingnya sangat pas dengan gambaran Halsey akan konsep "badlands" itu sendiri. Tapi dua tahun kemudian, ada banyak hal yang terjadi dalam kehidupan yang bernama asli Ashley Nicolette Frangipane dan baru berusia 22 tahun ini. Ia berkolaborasi dengan Justin Bieber dalam salah satu track "Purpose" dan pastinya menuai sukses masif bersama The Chainsmokers dalam 'Closer'.

Beberapa catatan ini ternyata memberi pengaruh pada pengembangan konsep musikalitas Halsey untuk album sophomore-nya, "Hopeless Fountain Kingdom". Album berkonsep sinematik masih menjadi sajian Halsey, dengan Romeo dan Juliet menjadi sentranya. Track pembuka, monolog Halsey dalam 'The Prologue' adalah pembuktiannya dan dilanjutkan dengan '100 Letters' yang menjadi track berikutnya.

Namun ada yang berbeda pula dengan "Hopeless Fountain Kingdom". Dibandingkan "Badlands" yang cenderung bergerak monoton di ranah alt-pop, maka dalam album keduanya ini Halsey merangkul banyak arketipe genre dan memiliki pendekatan yang jauh lebih radio friendly. Catatan lain, dari segi penulisan Halsey turun tangan sendiri menangangi lagu-lagunya dengan hanya ada satu track di mana ia berkolaborasi dengan penulis lain (yaitu Sia, dalam 'Devil In Me'). Dan dengan sosoknya yang semakin berkibar, tidak heran jika Halsey pun memiliki akses ke banyak nama besar untuk membantunya sebagai produser.

Bandingkan dengan "Badlands" yang dibantu oleh nama-nama relatif kurang dikenal. Kecuali Lido tentu saja, yang kembalinya membantunya di album ini. Kini tercatat juga nama-nama seperti The Weeknd, Greg Kurstin, Benny Blanco, atau Cashmere Cat. Ini menjadi keuntungan tersendiri karena visi Halsey bisa terakomodir dengan baik melalui lagu-lagu dalam "Hopeless Fountain Kingdom" yang harus diakui jauh lebih menarik dan berkesan dibandingkan "Badlands".

Alt-pop tadi masih menjadi sajian Halsey, namun ia mengemasnya pula dengan electronic, trap, hip-hop, R&B, dan bahkan pop secara lebih murni. Dengan 16 track (versi deluxe, di mana hanya 13 track untuk versi standar), maka sebenarnya materi album cukup berlimpah. Hanya saja bisa menjadi bumerang jika lagu-lagunya relatif membosankan dan mudah terlupakan ("Badlands" misalnya). Syukurlah "Hopeless Fountain Kingdom" tidak seperti itu. Setiap lagu terdengar atraktif dan dapat dinikmati secara sendiri-sendiri.

"Hopeless Fountain Kingdom" memang terdengar seperti koleksi lagu-lagu catchy yang bisa dengan mudah kita dengar di radio. Tapi lagu-lagu tersebut secara spesifik memiliki ciri khas Halsey, sehingga harus diakui tidak sekedar lagu-lagu pop jenerik tanpa karakter yang sayangnya sering diderita oleh penyanyi pop masa kini yang juga mengejar aransemen radio-friendly.

Coba perdengarkan 'Now or Never', maka orang akan segera mengasosiasikan lagu kepada Halsey. Nuansa gelap ala alt-pop Halsey masih kental teraba dalam track bercorak trap ini. 'Eyes Closed' mungkin terdengar agak The Weeknd-esque sekali, namun tetap saja ini track Halsey seutuhnya.

Trend retro? Jangan takut, karena Halsey menyertakannya dalam album ini. Maka simaklah track pop-soul groovy 'Alone' atau salah satu track terbaik dalam album, sebuah synth-pop 80-an yang berkisah tentang percintaan sesama jenis dan dibawakannya bersama Lauren Jauregui dari Fifth Harmony, 'Strangers'.

Halsey juga bersinar dalam balada minimalis 'Sorry', sebagaimana ia bersinar dalam electro-pop 'Heaven in Hiding', di mana sisi emosional menjadi andalan Halsey dalam pengemasan lagu-lagunya, terlepas bagaimana genre yang diusung lagu tersebut.

Beberapa track memang terdengar seperti "kewajiban" untuk tampil kekinian. Sebutlah track yang dibantu oleh Quavo dalam 'Lie' (lagu apa sih yang tidak dibantu Quavo atau Migos akhir-akhir ini?) atau 'Hopeless' di mana Halsey terdengar seperti bintang tamu Cashmere Cat dibandingkan fakta jika ialah sebenarnya pemilik lagu. Atau ada juga track yang sepertinya out-of-place seperti "Walls Could Talk" di mana Halsey terdengar seperti Britney Spears di era pertengahan 2000-an.

Tapi "Hopeless Fountain Kingdom" berkisah tentang romansa modern. Sebagaimana romansa ceritanya tidak ada yang sempurna. Dan sebagaimana romansa, pahit atau manis, ia tetap saja layak untuk dijalani. Jadi, dengan beberapa catatan yang mengindikasikan ketidaksempurnaanya, "Hopeless Fountain Kingdom" tetap saja sebuah album pop yang menarik.

Mungkin 'Closer' telah membuka mata Halsey bahwa ia hidup di era lagu pop yang mengandalkan streaming agar bisa eksis secara lebih baik, sehingga memerlukan lagu-lagu yang bisa terhubung dengan mudah dengan pendengarnya. Mungkin ia menemukan evolusi tersendiri dalam musikalitasnya hingga memutuskan untuk mengemas lagu yang lebih accessible. Apapun itu, melalui "Hopeless Fountain Kingdom" Halsey semakin menegaskan posisi dirinya sebagai salah satu penyanyi pop terkemuka masa kini.

Official Website

TRACKLIST

1."The Prologue"1:47

2."100 Letters"3:29

3."Eyes Closed"3:22

4."Heaven in Hiding" 3:27

5."Alone" 3:25

6."Now or Never"3:34

7."Sorry"3:40

8."Good Mourning"1:07

9."Lie" (featuring Quavo)2:29

10."Walls Could Talk" 1:41

11."Bad at Love"3:01

12."Don't Play"3:30

13."Strangers" (featuring Lauren Jauregui)3:41

14."Angel on Fire"3:14

15."Devil in Me"4:09

16."Hopeless" (featuring Cashmere Cat)3:07

admincd
More from Creative Disc