"Kid Krow" Menobatkan Conan Gray Sebagai Pangeran "Sad Boy Pop"

Oleh: welly - 11 Apr 2020

Apa yang dimulai oleh Billie Eilish dilanjutkan oleh Conan Gray

Conan Gray - Kid Krow

Tanggal rilis: 20 Maret 2020 (Digital)

Genre: Alternative Pop, Indie Rock, Dance Rock

Durasi: 33:27

Jumlah Lagu: 12

Label: Republic Records

Produser: Dan Nigro, Conan Gray, Captain Cuts, Jam City

Belakangan ini, kehadiran artis pendatang baru sangat menarik untuk disimak dan dipelajari.

Pada zaman dahulu kala, artis pendatang baru lebih sering memulai karier mereka dengan album yang generic dan kelewat formulaic. Ketika pertama kali menjajaki dunia musik, artis seperti Miley Cyrus, Selena Gomez, dan Demi Lovato mengeluarkan debut yang terdengar nyaris sama persis satu sama lain. Akan tetapi, dekade baru ini membuktikan bahwa semakin bernyali sang artis dalam memperkenalkan sesuatu yang baru, semakin besar kans untuk menjadi megabintang dengan karier yang panjang. Artis pendatang baru seperti King Princess, Lizzo, dan Joji berlomba-lomba menorehkan individualitas masing-masing. Sekarang adalah giliran pemuda Amerika berdarah Jepang-Irlandia bernama Conan Gray.

Conan Gray kini berusia 21 tahun. Akan tetapi, album debutnya Kid Krow dibanjiri dengan semangat muda Gen Z yang seolah-olah ingin berdansa dan menangis dalam waktu bersamaan. Di satu sisi, tema coming-of-age yang dipilih Gray sangat relevan dengan demografi pendengar musik di era modern ini. Di sisi lain, terdapat kekhawatiran bahwa petir yang diidamkan Gray sudah telanjur dicuri oleh artis muda seperti Billie Eilish (When We All Fall Asleep, Where Do We Go?, 2019) dan Lewis Capaldi (Divinely Uninspired to a Hellish Extent, 2019). Apakah Gray masih sanggup menawarkan sesuatu yang orisinil?

Track pembuka “Comfort Crowd” menghadirkan vokal yang sangat mirip dengan whisper milik Billie Eilish. Vokal seperti ini memang berhasil membawa “Comfort Crowd” ke dunia lain, akan tetapi “Comfort Crowd” juga secara otomotis menjadi pemicu komparasi antara Gray dan Billie Eilish dari awal hingga akhir album ini. “Comfort Crowd” adalah lagu slow emo yang solid, tapi mungkin tidak sebaiknya menjadi track pembuka. Terbukti bahwa masih banyak yang harus dipelajari Gray--salah satunya strategi dalam mengomposisi sebuah album.

Track selanjutnya “Wish You Were Sober” dan “Maniac” segera menyibakkan siapa saja yang menjadi inspirasi Gray. Kedua lagu tersebut termasuk dance-able (namun tidak secadas itu untuk menjadi banger) dengan hook yang cukup memorable, akan tetapi pendengar tidak bisa menyangkal hadirnya pengaruh Taylor Swift era 1989, St. Vincent era Masseduction, dan Lorde era Melodrama. Bahkan, ketika kedua lagu tersebut didengar berkali-kali, semakin terbersik kesan bahwa kedua lagu tersebut mungkin adalah reject tracks dari ketiga artis yang baru saja disebutkan.

Memasuki pertengahan album, Gray sepenuhnya menunjukkan apa yang menjadi individualitas khas miliknya: subgenre “sad boy pop” yang menggugah sekaligus dibalut sarkasme. Track seperti “Checkmate”, “The Cut That Always Bleeds”, dan “Fight or Flight” menjadi showcase Gray sebagai seorang lyricist muda. Kemampuannya menyusun lirik masih jauh dari level Taylor Swift atau Lorde, akan tetapi terbukti bahwa Gray sungguh memiliki cerita untuk disampaikan. Terdapat suatu elemen drama yang tidak dibuat-buat atau pun dibesar-besarkan. Akan tetapi, semakin dalam lirik yang disajikan, semakin datar pula hook yang ditawarkan Gray.

“Affluenza” menjadi highlight unik untuk album Kid Krow. Jarang sekali melihat seorang artis (pendatang baru atau veteran) yang bernyanyi tentang kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Kembali lagi, hook yang datar menjadikan “Affluenza” malah terdengar seperti eksperimen SoundCloud dan bukan track album yang diluncurkan label berpengalaman.

Tiga track terakhir (“Heather”, “Little League”, “The Story”) membawa Gray ke ranah folk pop yang, sejujurnya, sangat predictable. Seolah-olah kehabisan inspirasi, tiga track terakhir ini berambisi menjadi balada eksperimental ala Tori Amos untuk kemudian jatuh ke aspal dan lebih seperti balada Demi Lovato era Camp Rock.

Pada akhirnya, jelas sudah apa yang menjadi kelebihan sekaligus kekurangan Conan Gray. Di satu sisi, Gray melanjutkan apa yang dimulai oleh Billie Eilish--yakni mengibarkan semangat Gen Z dengan cara yang kompleks namun ambisius. Gray sendiri juga tampak memiliki kepercayaan diri untuk menjadikan subgenre “sad boy pop” sebagai bagian dari lanskap mainstream.

Di sisi lain, Gray masih belum memiliki insting seorang hitmaker. Ketika lirik yang mendalam tidak diimbangi dengan hook dan aransemen yang menggigit, apa yang seharusnya menjadi cross-over hit calon pemenang Grammy malah menjelma menjadi produk keangkuhan seorang amatiran. Melihat bahwa nyaris keseluruhan album Kid Krow diproduseri oleh Dan Nigro (yang juga pernah menggawangi Kimbra dan Carly Rae Jepsen), mungkin untuk selanjutnya Gray bisa lebih bijak lagi dalam memilih mitra kerjanya.

Catatan menarik yang terakhir: patut diragukan pula apakah Gray memang cocok bernaung di ranah alt-pop. Dari album ini, terbukti bahwa Gray justru lebih bersinar ketika membawakan lagu dance-rock seperti “Maniac” daripada balada melankolis seperti “The Story”. Ketika segala macam efek produksi dihapuskan, warna vokal Gray sendiri malah lebih menyerupai Justin Bieber dan Troye Sivan--bukannya Gotye atau Tame Impala.

IN A NUTSHELL:

+ Conan Gray menjadi tambahan untuk deretan artis pendatang baru yang berpotensi memiliki karier yang panjang. Untuk alasan itu saja, Kid Krow layak untuk diperdengarkan

- Kid Krow mengungkapkan visi yang kurang tepat sasaran dan kemampuan songwriting yang masih hijau

TRACK PICKS:

“Wish You Were Sober”, “Maniac”, “Little League”

TENTANG PENULIS

Felix Martua adalah seorang novelis, penulis, dan kontributor lepas berbasis di Kota Bogor, Jawa Barat. Selain mengerjakan proyek fiksi, Felix Martua turut mengulas topik seputar musik, film, seri, buku, novel, pop culture, dan isu sosial-budaya. Felix Martua bisa dihubungi via Instagram @felixmartuaofficial atau dengan mengirimkan email ke martuafelix00@gmail.com

 

welly
More from Creative Disc