Ashlyn Rae Willson atau biasa tampil dengan nama Ashe tidak akan menyangka bahwa lagunya “Moral of the Story” bisa populer dan mendapatkan sertifikasi gold di Amerika Serikat karena berhasil menjual lagunya sebanyak 500 ribu kopi dan masuk chart di berbagai belahan dunia seperti Inggris, Swiss, Australia, Belgia, Perancis, Belanda, Selandia Baru dan Kanada. Saking suksesnya lagu ini direkam ulang bersama Niall Horan.
Hal yang wajar jika “Moral of the Story” bisa meledak dan melambungkan nama Ashe dari sekedar penulis lagu untuk artis lain menjadi artis pop yang sedang naik daun. Lagu yang digarap bersama produser bertangan dingin Finneas O’Connell yang terkenal berkat mengurusi musik adiknya Billie Eilish mempunyai lirik yang sangat jujur dan diambil dari kisah perceraian Ashe. Selain itu lagu ini juga mempunyai beat yang dalam seolah menambah kesan melankolis dan keterbukaan akan perasaan ditinggalkan pasangan dan mencoba untuk move on.
Setelah “Moral of The Story” sukses, Ashe merilis single seperti “Till Forever Falls Apart” yang berkolaborasi bersama dengan Finneas, “I’m Fine” yang bernuansa sedikit surf pop dan “When I’m Older” yang menguatkan citra dirinya sebagai penyanyi yang memakai gaya singer/songwriter di era 70’an. CreativeDisc berkesempatan mewawancarai penyanyi yang sangat menyukai Carole King dan berbicara tentang kejujuran dan keterbukaan perasaan dalam membuat musik pop.
Ashe juga bersiap dengan album perdananya, 'Ashlyn' yang akan dirilis pada 7 Mei mendatang.
CreativeDisc (CD): Apa yang kamu lakukan selama pandemi?
Ashe (A): Di masa pandemi ini aku lumayan banyak bekerja, menulis lagu dan juga aku sekarang lagi maraton serial yang ada di Netflix. Sekarang aku lagi menonton Gilmore Girls dan sekarang sudah menonton sampe musim terakhirnya. Terus juga pas pandemi ini kebanyakan makan dan tidur.
CD: Ceritakan tentang single “Til the World Falls Apart?”
A: Lagu ini sebenarnya diciptakan benar-benar mepet sebelum lockdown diumumkan dan aku bisa merasakan kecemesan yang tertuang di lagu ini dengan situasi pandemi seperti sekarang. Lagu ini kutulis sebagai lambang kesetiaan hubungan dengan seseorang dalam kondisi apapun mau itu ombak pasang menyerang California atau semuanya kacau balau kamu masih bisa bersyukur untuk bisa mencintai orang yang kamu sayang.
CD: Membaca lirik lagunya terasa sekali bahwa lagu ini cocok dengan masa pandemi seperti sekarang. Sebenarnya bakal kepikiran gak kalau misalnya lagu ini sangat dekat dengan kondisi pandemi?
A: Ini merupakan hal gila kalau misalnya lagunya cocok sama masa pandemi soalnya ketika aku menulis lagu ini aku mikirnya lockdown ini hanya berlangsung dua sampai tiga minggu tapi ternyata jadi setahun penuh. Mungkin aku dukun yang bisa menerawang masa depan hahahaha.
CD: Pengaruh gaya dari musisi singer/songwriter (penyanyi merangkap penulis lagu) tahun 70’an seperti Carole King terdengar sangat kuat di single ini
A: Aku mengambil banyak inspirasi dari era tersebut karena di era tersebut lirik lagunya lebih jujur dalam menyampaikan sesuatu, ada sesuatu yang spesial dari Carole King dan Bob Dylan karena mereka bisa masuk dan menceritakan ekosistem dari kehidupan manusia dan itu sangat indah. Sebenarnya saya juga ga terlalu jago menjadi penyanyi merangkap penulis lagu tapi aku akan berusaha semaksimal mungkin.
CD: Apakah pengaruh gaya dari musisi singer/songwriter mempengaruhi musikmu?
A: Aku pikir begitu. Hal yang paling kusuka dari gaya singer/songwriter adalah penceritaannya dimana gaya ini tidak hanya sekedar untuk membuat lagu pop tanpa ada arti tapi lebih menceritakan sesuatu hal dari awal sampai akhir. Ditambah dengan unsur puitis di dalamnya yang membuat gaya ini semakin spesial.
CD: Mana yang duluan ketika kamu bikin lagu? Buat ceritanya dulu atau buat musiknya dulu?
A: Aku mulai dari cerita dulu dan ketika aku sudah bisa menceritakan hal itu dengan pas baru aku mulai memikirkan apa musik yang pas untuk cerita ini entah itu dengan memasukkan string, gitar. Buatku membuat musik dan membuat cerita sama-sama penting tapi kalau bisa memilih aku lebih suka membuat ceritanya dulu ketimbang musik.
CD: Bagaimana kamu mencampurkan kesukaanmu akan musik era 70’an dengan musik pop di era sekarang dan menjadikannya sebagai resep yang enak dalam membuat lagu?
A: Itu pertanyaan yang sangat bagus. Aku sebenarnya belum nemu resep yang enak untuk membuat lagu dengan mencampurkan kedua hal itu. Aku sadar aku lahir di generasi sekarang dan membuat musik di tahun 2021 dan itu memengaruhiku dalam membuat lagu. Setelahnya aku coba memasukkan apa yang aku dengar waktuku kecil seperti Elton John, Queen, dan The Beatles dan kedua hal itu memperkaya khasanah bermusikku.
CD: Bagaimana kamu melihat kesuksesan dari “Moral of the Story”?
A: Lagu ini ibaratnya seperti mempunyai bayi yang kamu didik terus bertumbuh besar dan bertemu dengan banyak orang. Saya sangat senang dan bersyukur akan kesuksesan lagu ini.
CD: Ketika “Moral of The Story” populer banyak orang yang kaget karena musik dan lirik seperti ini masih bisa populer di tengah-tengah musik pop yang semakin ke sini semakin dibuat-buat.
A: Wow, pop musik semakin dibuat-buat? Itu merupakan pernyataan yang bagus loh. Maksudmu lagu ini bisa nyambung sama pendengarnya karena lagu ini jujur di tengah ranah musik pop sekarang yang semakin dibuat-buat?
CD: Tepat sekali. Karena membaca liriknya dan ternyata lagu ini lagu yang populer merupakan suatu hal yang tidak biasa dalam musik pop saat ini
A: Ku pikir itu alasannya yaitu menjadi jujur. Ketika aku menulis lagu ini tidak terbayang bahwa lagu ini akan menjadi sangat sukses karena aku menulis lagu tentang diriku sendiri dan perceraianku. Hal-hal personal yang tampaknya ga diterima di ranah musik pop. Menurutku generasi muda sekarang lebih ingin sesuatu yang lebih jujur dan terbuka kepada diri mereka sendiri karena mereka ada unek-unek dari dalam hati yang ingin dikeluarkan. Aku pikir kita sudah muak dengan musik pop yang dibuat-buat.
CD: Apakah kamu merasa bahwa musik pop yang jujur seperti yang kamu buat akan kembali mendominasi?
A: Kupikir begitu tergantung apakah orang-orang menghendakinya atau tidak. Aku rasa orang yang memegang kendali di industri musik sepertinya belum siap dengan musik pop yang lebih terbuka dan lebih jujur (tertawa). Tapi sepertinya anak muda jaman sekarang menginginkan sesuatu yang lebih jujur dan kupikir Taylor Swift sudah melakukannya selama satu dekade terakhir. Aku berharap arahnya akan semakin ke sana karena di situlah keahlianku (tertawa)
CD: Kamu adalah lulusan dari Berklee College of Music yang merupakan kampus musik bergengsi di dunia. Apakah ada perbedaan ketika kamu masih kuliah dan terjun langsung membuat lagu secara profesional setelah lulus kuliah?
A: Tentunya ada, ketika sudah masuk ke proses membuat lagu secara profesional selepas kuliah benar-benar serasa ditonjok oleh realita. Aku sangat menyukai kuliahku tetapi ajaran yang paling penting memang ketika sudah terjun langsung ke dunia nyata.
CD: Sebutkan album yang benar-benar mempengaruhi musikmu tentunya selain Carole King – Tapestry dan The Beach Boys – Pet Sounds karena aku tahu kamu suka sekali dengan album ini?
A: Wah pertanyaan menarik. Selain kedua album ini ya? Hmmmmmm, aku menyukai karya Elton John. Ini menurutku lucu, aku pilih album John Mayer “Continuum”. Di “Continuum”, John menulis lagu dengan sangat bagus dan saya benar-benar menyukai album itu. Saya benar-benar menyukai lagu “Stop This Train” dan “Dreaming with a Broken Heart”.
CD: Sebutkan lima hal yang tidak kami ketahui dari Ashe?
A: Aku tidak memakai banyak make-up, aku dulu sering mengikuti lomba senam indah selama delapan tahun, aku adalah seorang penari ballroom dance, aku keibuan, dan aku setiap pagi bangun jam lima pagi.
CD: Apa langkah berikutnya untuk Ashe?
A: Aku punya album perdana yang akan segera keluar dan aku ingin berencana untuk melaksanakan tur lagi meski gak tau kapan tapi sekarang aku sedang mengumpulkan para pemain drum, gitar, dan string. Mudah-mudahan saja bisa berjalan lancar.
Terima kasih banyak kepada Mom+Pop atas bantuan wawancaranya.