Menonton Budaya Bohemian Anak Muda Amerika di Era 90’an Dalam Teater Musikal RENT

Oleh: luthfi - 04 Dec 2022

Jonathan Larson adalah sosok yang paling legendaris di dunia teater musikal berkat pementasan teaternya yang ditampilkan beberapa saat setelah ia meninggal, yang berjudul RENT. RENT dipentaskan di Broadway selama 12 tahun dari 1996 sampai 2008 dan menjadikannya salah satu pertunjukan Broadway terlama sepanjang sejarah, selain itu pertunjukan RENT sendiri berhasil dipentaskan di berbagai macam negara bukan dan akhirnya pertunjukan ini datang ke Indonesia. Pementasan versi Indonesia dari RENT, The Musical sendiri diadakan di Ciputra Artpreneur pada 25 – 27 November 2022 dengan pemain dan kru lokal dalam pertunjukannya serta memakai dialog berbahasa Inggris yang sama seperti aslinya.

Ketika menonton RENT ada alasan kenapa pertunjukan ini bisa begitu fenomenal di Amerika sana. Cerita dari RENT sendiri benar-benar berbeda dari teater musikal kebanyakan dan mengangkat isu yang sangat relevan ketika pertama kali dipentaskan di pertengahan 90’an. Di pertengahan 90’an anak muda Amerika mengalami pergesaran budaya yang sangat luar biasa baik dari segi kultur dan juga perspektif hidup berkat gerakan alternative nation dimana orang-orang yang dianggap berbeda akhirnya mempunyai suara vokal untuk berbicara dan diperhatikan setelah di dekade 80’an mereka terpapar kaum yuppies yang merupakan kaum profesional muda dengan segala gaya hidupnya yang borjuis. Banyak anak muda Amerika di era tersebut mulai tampil apa adanya dan mencari jati dirinya sebagai seorang manusia di tengah laju kehidupan yang semakin cepat. Di era yang sama juga penyakit HIV/AIDS juga menjadi salah satu penyakit yang menyerang anak muda di Amerika terutama di kota besar yang menjadi tempat bertemunya berbagai macam orang seperti New York. Dua topik tersebut menjadi inti cerita utama dari RENT dimana kematian dan kehidupan hanya setipis benang dan para penghuni Alphabet City yang hidup sebagai kaum bohemian harus bertahan hidup satu sama lain di tengah detik-detik berharga kehidupan mereka. Berkat kedekatannya dengan realita hidup yang terjadi di New York dan kota besar saat itu RENT berhasil menjadi salah satu karya yang fenomenal dan membuat penonton Amerika tertegun karena ketika mereka menonton RENT mereka melihat representasi diri yang diwujudkan oleh para pemainnya.

Lalu bagaimana dengan penampilan RENT di Indonesia yang dari segi preferensi budaya saja sudah berbeda jauh dari Amerika di rentang waktu yang sama? Penampilan RENT dengan pemain dan kru lokal ini memang terasa unik untuk dibawakan apalagi dialog dari pementasan ini semuanya memakai bahasa Inggris dan benar-benar serupa dengan karya aslinya yang dipentaskan di Broadway dengan sedikit konfigurasi tata panggung. Penonton seolah-olah dibawa ke suasana suburb New York yang direpresentasikan oleh latar fiksi Alphabet City yang penghuninya berisi kaum-kaum bebas penuh dengan idealisme, mimpi dan harapan yang melawan kemapanan dan kebrutalan. Pelafalan dari para pemain dalam mengucapkan dialog Bahasa Inggris juga cukup fasih dan penonton pun dibantu dengan layar di bagian atas kiri dan kanan panggung yang berisikan terjemahan dari dialog yang sedang diucapkan.

Tetapi terkadang RENT pun ceritanya menjadi sulit diikuti apalagi untuk penonton awam yang tidak mengetahui referensi budaya dan gaya bahasa yang terjadi pada Amerika saat itu. Banyak terjemahan Indonesia yang terlalu baku sehingga ketika dicerna dialognya malah aneh dan terkesan awkward. Istilah lost in translation terkadang muncul di beberapa adegan ketika disajikan ke penonton lokal karena cerita RENT sendiri di beberapa titik memang spesifik ke keadaan budaya dan referensi pop kultur tertentu (seperti dialog “got milk” yang diambil dari sebuah kampanye para pengusaha susu di Amerika supaya khalayak ramai minum susu).


Terlepas dari segala referensi budaya pop dan keadaan sosial Amerika saat RENT dibuat oleh Larson, pementasan teater ini merupakan pementasan yang unik dan wajar bila ditunggu-tunggu oleh pecinta teater musikal untuk dipentaskan di Indonesia karena RENT tidak hanya berbicara tentang baik dan buruk seseorang seperti layaknya cerita teater jaman dulu tetapi RENT bercerita tentang keberagaman manusia dan rasa nyaman seseorang dengan identitas bahkan penyakit yang ia hidupi. RENT sendiri bukan hanya sebagai sebuah pertunjukan teater dengan musik yang didalamnya, lebih dari itu RENT adalah sebuah teropong bagi penontonnya untuk melihat kondisi anak muda yang hidup serba bohemian di Amerika pada era pertengahan 90’an dan bagaimana pandangan tersebut (terutama tentang identitas diri yang lebih terbuka) akan berpengaruh di era yang akan datang.
 

Teks: Luthfi

Photo: Dundhee Yuwono

luthfi
More from Creative Disc