Penyanyi bersuara merdu asal Palembang, Trisamanta, telah merilis video lirik untuk single terbarunya yang berjudul 'Eva'. Dibalut dengan nuansa yang romantis dan gloomy, official lyric video tersebut diproduksi oleh Budi Chirs Wijaya.
'Eva' merupakan sebuah lagu yang menceritakan tentang kekaguman mendalam seorang individu terhadap sosok yang dicintainya. Melalui lirik yang puitis, Trisamanta mengungkapkan ketulusan hatinya dan tekadnya untuk memberikan yang terbaik bagi orang yang spesial tersebut.
Ditemui secara virtual, Trisamanta pun berkisah tentang single barunya tersebut juga memberi tanggapan tentang fenomena lagu viral yang beredar di media sosial.
Berikut isi percakapan tim CreativeDisc dengan Trisamanta:
CD: Kalau menurut Bang Trisamanta sendiri, mendefinisikan dirinya sebagai siapa sih di dunia musik? Mungkin dari genre-nya, kemudian arah musikalitasnya seperti apa?
TS: Gue Trisamanta. Ini proyek solo, sudah berjalan kurang lebih setahun yang lalu di Mei 2023. Dan sekarang sudah ngerilis 3 lagu, 3 single. On progress akan ada 4 single. Semuanya proyek solo. Tapi dibantu beberapa musisi-musisi. Sebenarnya dulunya gue main musik juga waktu masih di kota lain ya, di Palembang. Itu sekitar tahun 2006-2011, waktu masih SMA, kuliah. Dan beberapa lagu yang dulu dimainkan itu di remake. Jadi 3 tadi itu, 2-nya adalah lagu yang sebenarnya gue ciptain tahun-tahun sekian, 2006-2011. Dan kebetulan di proyek ini gue diproduseri oleh salah satu mantan personel Sore, Bang Mondo Gascaro. Untuk genre, kira-kira kurang lebih aliran-alirannya kayak folk, jazz, pop, seperti itu.
CD: Berbicara mengenai single baru, kenapa diberi atau mengambil nama 'Eva' sebagai judulnya?
TS: Lagu ini juga dibuat tahun-tahun sekitar 2009-2010. Dulu waktu buatnya, kalau musik gue sendiri sepenuhnya. Biasanya buat musik dulu, baru lirik menyusul. Lalu bikin liriknya bareng teman-teman band waktu itu. Bantuin lah ya. Intinya adalah kita mau buat lagu. Pada saat itu kan kita suka sama The Beatles. Kita suka sama Sore. Suka dengan beberapa band. Dimana setiap band-band legendaris itu, punya satu tokoh wanita. Kayak The Beatles itu ada lagunya 'Michelle'. Kayak Sore ada 'Carolina'. Terus mungkin ada band-band lain juga, untuk jadi figure yang dipuja. Karena kayaknya kalau nggak pakai nama itu kayak nggak menyentuh gitu. Apalagi 'Eva' disini kalau bisa didengarkan, dia cuma ada di awal-awal kata.
Mengapa memilih nama ini, alasannya ada dua. Yang pertama, 'Eva' itu kan bukan nama samaran, kami sepakat cari nama yang nggak kita kenal agar nggak terjadi salah paham. Selanjutnya, setiap orang berpasang-pasangan, ada Adam dan Hawa (Eve). Jadi ini lagu dinyanyikan untuk 'Eva'-nya masing-masing, bukan mengacu pada sosok tertentu.
CD: Apakah ada tantangan dalam proses pembuatan lagu 'Eva' yang mana lagu ini menggunakan bahasa Inggris jika dibandingkan dengan 2 lagu yang sudah dirilis sebelumnya di 2023 yaitu 'Sendu' sama 'Coba' dimana keduanya menggunakan bahasa Indonesia?
TS: Jadi kalau kan pertama ‘Sendu’, ‘Coba’, ‘Eva’. ‘Coba’ sama ‘Eva’ ini kan remake ya. Di-remake sama Bang Mondo. Kalau ‘Sendu’ itu lagu yang lebih baru lah. Gue buat tahun 2017-an. Walaupun start recording-nya di 2022. Kendalanya, sebenarnya secara bagian lirik itu kan udah final ya. Sudah ada. Dari sebelum kenal sama Bang Mondo pun produk raw-nya itu sudah ada.
Nah memang, yang bikin lama itu karena keterbatasan waktu. Karena rata-rata yang bantu kita ini banyak musisi selain Mas Mondo Gascaro. Terus dari drummernya, semua playernya, bahkan gue minta ke beliau untuk cariin. Maksudnya gue berharap banget, di take yang ini, direkam secara proper. Kalau misalnya kita nyanyi sendiri, main sendiri, mungkin kita nggak akan bisa ngerasain, ini lagunya kira-kira kurang apa. Cuma kalau dimainkan sama orang lain, kita jadi bisa saling isi, misalnya ada kekurangan. Harapannya itu keluar dari form yang lama.
CD: Kira-kira untuk plan ke depan, apakah ada rilisan baru? Atau mungkin kolaborasi? Atau justru malah bikin EP atau album?
TS: Kalau dulu ngeband itu memang pasti tujuannya bikin album. Tapi kalau ngeliat sekarang itu kayaknya trendnya itu single-single dulu. Sampai ada momentumnya. Kita akan buat EP mungkin, mudah-mudahan tahun depan bisa tercapai. Karena tahun ini baru bisa buat 4. Rencananya pengen nambah paling enggak 2-3 lagu lagi. Tapi memang rencananya jangan remake lah. Sebenarnya nulis lagu lagi ini PR baru lagi. Karena baru mulai main musik lagi. Jadi ternyata nulis musik itu harus dilatih terus. Jadi dulu mungkin bikin lagu itu karena sering main, sering nulis. Ternyata sekarang juga bikinnya 12 tahun yang lalu itu beda juga ya. Jadi akan beda lah. Apa point of view-nya, pergaulannya dan lain-lain. Ini harapannya bisa gue kejar dalam 1-2 tahun ini. Untuk menyelesaikan itu. Jadi nanti akan ada rilisan mungkin di September atau awal Oktober. Ada lagu keempat.
CD: Kalau misalnya nantinya bikin EP. Apakah nanti yang single ‘Sendu’ dan ‘Coba’ itu akan dimasukkan ke dalam albumnya? Atau nanti akan all brand new untuk lagu-lagu yang akan dimasukkan ke EP?
TS: Mungkin rencananya ya. Gak tau juga sih. Tapi kemungkinan sih lagu yang sudah dibuat, harapannya agar terkemas dengan baik semuanya dimasukkan. Saya harap gak ada yang kececer.
CD: Menurut Bang Trisamanta sendiri, tanggapannya dengan fenomena sekarang tentang lagu-lagu viral, kayak gimana nih?
TS: Ya kalau soal musik sih, gue soalnya ngikutin udah dari SMP main musik. Terus SMA kuliah. Terus sempet berhenti jadi penikmat aja. Terus sekarang main lagi. Itu beda ya. Jadi sebelum gue main musik. Itu jamannya musik itu yang jago itu ikut festival. Festival musik skill ya. Itu mungkin tahun 90-an sampe awal 2000. Sekarang masuk ke recording. Muaranya ke radio. Kalau kita ke daerah, ujungnya ke ibu kota. Ke label dan lain-lain, stage-nya seperti itu. Nah sekarang gue perhatiin sekarang. Digital platform ini juga sangat membuat seluruh probabilita itu mungkin. Itu satu. Yang kedua. Mereka punya kolamnya masing-masing. Tapi memang kelemahannya adalah kalibrasi dan akurasinya kurang seperti yang dulu. Jadi contoh kalau kita dulu masukin radio daerah aja. Kalau mixing masteringnya itu jelek. Itu mungkin gak bisa masuk. Walaupun lagunya bagus. Direkam kurang bagus. Itu gak akan layak untuk tayang.
Kenapa? Karena kalau lagu kita masuk, terus abis itu lagu Dewa 19. Nanti dia volume di 6. Kita volume di 12, baru kedengaran misalkan. Kalau kata orang radio dulu. Jadi lu harus mixing yang bagus. Harus yang bagus. Nah kalau sekarang kan kayaknya semua itu punya kesempatan yang sama. Kalau bagus jelek sekarang kan relatif. Tapi proper tidak proper jadi kayak sekarang ini mungkin. Ada yang viral gak perlu ke studio. Viral cuma pakai di rekam di kamar. Ataupun itu semuanya mungkin terjadi. Tapi juga orang-orang itu lebih ngeliat ke kolamnya masing-masing. Jadi gak ada ceritanya lagu mati.
CD: Kasih Fun Fact dong, apa makanan favorit Bang Trisamanta!
TS: Makanan favorit apa ya. Karena gue dari Palembang pempek kali ya. Bisa jadi kalau kita sama orang Palembang ada 10 orang tuh. Kualitas pempeknya bisa bisa 10-10 nya tuh beda. Karena itu kalau kita di satu komplek aja. Bisa ada 2-3 jualan pempek juga saking banyaknya, tapi punya marketnya masing-masing.
Kalau pulang ke Palembang, jangan lupa ajak MinDisc jajan pempek bareng ya, Bang Trisamnata!