Instagram: @achmadbaqas
Fenomena global Beyoncé kini memasuki ruang akademis bergengsi saat Universitas Yale mengumumkan peluncuran mata kuliah groundbreaking yang mengupas tuntas pengaruh transformatif sang ikon pop dalam aktivisme politik, feminisme, dan budaya kontemporer.
Kelas berjudul Beyonce Makes History: Black Radical Tradition History, Culture, Theory & Politics Through Music. ini akan membedah bagaimana superstar 32 Grammy Awards tersebut merevolusi landscape musik sambil mendorong perubahan sosial yang signifikan.
Mata kuliah yang akan dimulai semester depan ini mengambil pendekatan multidisiplin, menggabungkan analisis mendalam tentang karya Beyoncé dari album self-titled 2013 hingga "Cowboy Carter" dengan kajian teori feminis Kulit Hitam, filsafat, antropologi, sejarah seni, dan musikologi.
Dr. Daphne Brooks, pakar studi Kulit Hitam terkemuka yang akan memimpin kelas ini, menekankan bagaimana Beyoncé telah mengubah cara kita memahami interseksi antara seni populer dan aktivisme sosial.
Yale bukanlah yang pertama mengakui pentingnya mengkaji fenomena Beyoncé secara akademis. Sejak awal 2010-an, berbagai universitas ternama seperti Rutgers, Cornell, dan University of Illinois di Chicago telah menawarkan kursus serupa.
Tren ini mencerminkan pengakuan yang semakin luas akan peran vital figur budaya pop dalam membentuk diskursus sosial-politik kontemporer.
Meningkatnya minat akademis terhadap artis pop tidak terbatas pada Beyoncé saja.
Kesuksesan fenomenal "Eras Tour" Taylor Swift telah mendorong institusi prestisius seperti Harvard, UC Berkeley, dan University of Florida untuk meluncurkan kursus yang menganalisis dampak budaya sang bintang pop.
Inisiatif Yale ini menegaskan bahwa studi tentang ikon pop kontemporer telah berevolusi jauh melampaui sekadar pengkajian hiburan populer.
Kini, analisis akademis tentang figur seperti Beyoncé membuka jendela pemahaman yang lebih luas tentang dinamika kekuasaan, identitas, dan perubahan sosial di era modern.
Bagi Brooks, Beyoncé merepresentasikan subjek studi yang ideal untuk masa kini. "Terobosan dan inovasinya, kemampuannya mengintegrasikan sejarah dan politik, serta keterlibatan mendalam dengan kehidupan budaya Kulit Hitam dalam estetika performanya - tidak ada yang seperti dia," jelasnya kepada Yale Daily News.
Kelas ini akan menjadi bagian dari Kelompok Kerja Arsip dan Suara Kulit Hitam Yale, sebuah inisiatif yang bertujuan mengeksplorasi arsip suara Kulit Hitam yang belum terjamah.
Dengan demikian, studi tentang Beyoncé tidak hanya relevan untuk memahami dinamika budaya pop kontemporer, tetapi juga berkontribusi pada pemahaman yang lebih luas tentang sejarah dan warisan budaya Kulit Hitam.