CREATIVEDISC.COM - JAKARTA - Ketika pertama kali saya mendengar lagu ‘Don’t Know Where It Is’ dari DYGL di Spotify pada penghujung 2016, saya merasa tertipu begitu tahu bahwa band ini berasal dari Jepang. Kefasihan mereka dalam memainkan musik indie rock dan garage rock yang simpel dengan aksen Inggris yang kental di semua liriknya, membuat mereka tidak seperti band Jepang pada umumnya yang terbata-bata ketika menyanyikan lagu berbahasa Inggris. Kuartet yang diisi oleh Nobuki Akiyama (vokal, gitar), Kohei Kamoto (drum), Yosuke Shimonaka (gitar), dan Yotaro Kachi (bass) mengatakan bahwa pemakaian Bahasa Inggris di lagu-lagu mereka karena mereka kesulitan untuk mengungkapkan perasaan yang autentik ke dalam lirik lagu Bahasa Jepang.
Pemakaian Bahasa Inggris di semua lagunya membuat mereka menjadi salah satu dari artis Jepang yang pertama kali diperkenalkan oleh Spotify Japan ke seluruh dunia ketika platform streaming tersebut baru membuka layanannya di Jepang, karena dianggap mereka bisa merepresentasikan musik indie Jepang ke pendengar non-Jepang. Berkat lirik mereka yang berbahasa Inggris juga, musik mereka gampang diterima di luar Jepang dan membuka banyak peluang untuk tampil di luar Jepang. Salah satunya adalah di Joyland Festival, Jakarta 2024 dimana mereka tampil di hari terakhirnya.
Meskipun demikian, DYGL merasa bahwa mereka masih belum cukup populer di mana-mana dan ingin bekerja lebih keras lagi untuk bisa membawa musik mereka ke seluruh dunia. Salah satu cara yang mereka terapkan adalah merubah musik menjadi lebih keras dan abrasif. Terdengar kontradiktif sebenarnya, tetapi ini dilakukan agar musik mereka bisa stand out dari musisi lainnya apalagi di lingkup indie rock yang sudah semakin banyak artisnya.
Simak wawancara CreativeDisc bersama DYGL selengkapnya dimana kami bercerita tentang kepopuleran awal mereka, lirik Bahasa Inggris, pergantian sound, dan berbagai macam hal lainnya lewat video di bawah ini: