Kampoeng Jazz 2013: Malam Temaram Penuh Cita

Oleh: welly - 29 Mar 2013

Bandung begitu akrab dengan hujan beberapa hari menjelang penghujung bulan Maret 2013, entah itu gerimis pemalu, atau hujan lebat penuh angin. Udara Bandung kembali dingin. Tapi Sabtu (23/3), akhir pekan lalu, hadir kehangatan ditengah-tengah kota, tepatnya di Kampus Dipati Ukur, Universitas Padjadjaran Bandung, dalam gelaran yang dihelat mahasiswa Fakultas Hukum, yang bertajuk “The Fifth International Kampoeng Jazz” dengan tema “Jazzing You Back To History”. Gelaran yang telah memasuki tahun kelima setelah memulai debutnya di 2008.

Meski semenjak siang kembali Kota Bandung dihajar hujan, tidak membuat surut penonton yang datang. Di buka pukul 15.30 dengan band hasil audisi seperti Last Minute Action dan 3 Minarets yang hadir membawa tembang top 40 dengan aransemen jazz “aman”, tampil pula Mojo Jojo Experiment dengan nafas blues yang kental.

Perhelatan sesungguhnya dimulai ketika tampak penonton mulai merapat menanti penampil berikutnya yaitu Fariz RM Anthology Feat. Indra Lesmana. Hujan yang mulai reda menemani lagu pembuka “Penari”, termasuk “Kenangan Terindah” dari album terbaru Fariz RM, “Fenomena”. Setelah mengaku bukan lah seorang jazzman, Fariz RM menyebut dirinya lebih lah seorang bluesman, dan ia pun membawakan “Sunshine Of Your Love” milik Eric Clapton. Indra Lesmana pun bergabung selanjutnya, secara berturut-turut “Sleeping Beauty”, “Nostalgia “, dan “Samba Primadona” yang menghadirkan Andien dibawakan. Sebelum akhirnya “Sakura” dan “Barcelona” menutup penampilan Fariz RM Anthology Feat. Indra Lesmana, ditemani dengan gerimis yang kembali turun.

Setelah break magribh, giliran Andien yang malam itu tampil dengan atraktif menemani penonton yang telah menggunakan payung, menghadang hujan. Hits seperti “Sahabat Setia”, “Gemilang”, “Moving On” dan sebuah cover lagu Dewa 19 “Aku Disini Untukmu” menghangatkan malam itu.

Penampil selanjutnya adalah Chaseiro, band yang terbentuk 3 dekade yang lalu, masih dalam balutan duka setelah salah satu vokalisnya Helmie Indrakesuma meninggal dunia beberapa waktu yang lalu. Dan Kampoeng Jazz menjadi panggung pertama bagi mereka setelah duka tersebut. Tapi penampilan all-out bapak-bapak yang terdiri dari Candra Darusman, Aswin Sastrowardoyo, Edi Hudioro, Irwan Indrakesuma, Rizali Indrakesuma dan Omen Sonisontani memberikan balutan kehangatan malam itu, terbukti pada lagu “Nada-Nada Gembira”, “Salah Cinta” lalu hits “Kulama Menanti” dan “Ceria” melepaskan kerinduan bagi penggemar setia mereka yang juga tampak hadir.

Tetsuo Sakurai, bassist asal Jepang, yang juga mantan personel grup fusion Casiopea tampil setelah Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UNPAD, meski hanya seorang diri diatas panggung, Tetsuo mampu membuat penonton yang hadir malam itu betah, terbukti dengan 2 buah lagu tambahan yang ia bawakan.

Malam semakin dingin, Duo MC Adit-Surya mampu membuat penonton melupakan sejenak, hari yang kian larut. Sondre Lerche yang ditunggu-tunggu pun hadir, meski seorang diri dengan ditemani gitar, tak membuat pria asal Norwegia yang telah beberapa kali tampil di Indonesia ini tampak sepi. Lihat saja setelah dibuka dengan “Airport Taxi Reception”, lalu “Heartbreak Radio” terdengar keriuhan dari penonton termasuk permainan gitar Sondre Lerche yang terkadang meledak-ledak dengan distorsi. Dia membuktikan bahwa dirinya yang telah 1 minggu di Bandung tidak sia-sia, termasuk ketika menyapa penonton dengan bahasa sunda “Wilujeng Sumping”. Keriuhan tengah malam itu terus berlanjut, tentu ketika “Two Ways Monologue” dibawakan, termasuk ketika gitar Sondre Lerche yang mati ketika hendak membawakan “My Hands Are Shaking”, maka ia pun bernyanyi secara akapela yang akhirnya menjadi klimaks ketika gitar kembali hidup.

Setelah lewat pukul 12 malam, Trio Lestari (Tompi-Glenn Fredly-Sandhy Sondoro) yang didaulat penampil puncak malam itu pun naik ke panggung. Dibuka dengan Tompi, membawakan “Menghujam Jantungku” dan “Waktu Takkan Mampu” , lalu Glenn Fredly dengan “ Akhir Cerita Cinta” dan “Tega” yang mengadirkan koor massal penuh kegalauan, melupakan kepenatan betis yang terasa lebih berat dari biasanya. Sandhy Sondoro pun menyusul dengan hits “Dariku Untukmu” dan “Anak Jalanan”.

Format Trio pun muncul dengan konsep medley saling cover lagu, ketika Tompi membawakan “Cukup Sudah” dan Glenn membawakan “Tak Pernah Padam” milik Tompi, lalu Sandhy yang membawa “Bukan Pacarmu” milik Tompi dan diakhiri ketika ketiganya meng-cover “Harus Terpisah” milik Cakra Khan, yang menegaskan mereka sebagai penyanyi solo terbaik yang kebanggaan tanah air.

Sebuah jamming dadakan pun muncul ketika Tetsuo Sakurai diajak ke atas panggung dan bersama-sama membawakan “Good Times Bad Times” yang penuh groove malam itu. Tetsuo memang telah banyak bekerja sama dengan musisi Indonesia, termasuk Tompi. Pertunjukan dilanjutkan dengan sebuah tembang lawas “Nurlela” dan akhirnya ditutup dengan cover “Puncak Asmara” milik almarhum Utha Likumahua yang menjadi puncak malam itu, malam temaram penuh suka cita.

Dan sontak kepenatan itu memuncak, gelaran yang panjang, tepat pukul dua dini hari, penonton pun tak lagi berteriak berharap encore, dini hari itu dingin kembali menusuk. Sebuah gelaran yang tentu tak terlupakan, festival yang menghadirkan kehangatan, meski tentu tidak akan tepat jika disebut mendekati “Glastonburry Festival” (berdasar kicauan akun twitter penyelenggara beberapa hari kemudian) meski penonton hadir dengan payung terkembang, tapi tak ada lumpur bertebaran, tak ada tenda camping disekitar area, hanya booth makanan dan gerai pakaian “kekinian” yang semakin bertambah dari gelaran tahun sebelumnya. Dan tema jazz selalu identik dengan kaum elit di negeri kita. Mungkin akan hadir dengan konsep yang berbeda di tahun berikutnya? Kita tak sabar menanti untuk itu.

Untuk foto-foto selengkapnya Kampoeng Jazz 2013 bisa klik disini

(Noverdy Putra)

(Photo by AB Sarca Putera)

welly
More from Creative Disc