Judas Priest dan Babymetal. Suguhan Sempurna Sang Dewa dan Bayi Metal di Singapura

Oleh: wisnu - 12 Dec 2018

Nama se-legendaris Judas Priest mungkin akan membuat generasi metal millennial mengernyitkan dahi. Judas Priest memang tidak se-populer Guns N’ Roses atau Metallica saat ini. Namun tidak akan ada yang menganggap enteng nama Judas Priest, Seperti halnya Motorhead, band inilah yang dianggap dewa metal dan perintis cikal bakal heavy metal menjadi populer, terutama di era 90-an dan 2000.

Bagi band yang sudah berusia 50 tahun dan ditengah gempuran deru musik metal modern, apalagi sudah turunnya trend metal saat ini, belum lagi gitaris utama mereka saat ini yang tengah berjuang melawan parkinson, tentu amat sulit untuk bertahan bagi mereka. Namun itulah yang terjadi. Mereka masih sanggup untuk membuat album dan tour dengan para fans setia mereka, meskipun mungkin tidak pernah sold-out seperti jaman keemasan mereka.

Hal itu pula yang agaknya membuat mereka untuk merekrut “Babymetal”, band metal Jepang yang terdiri dari tiga gadis jelita sebagai band pembuka. Band yang saya dengar-dengar tengah melambung namanya. Saya pun penasaran bakal seperti apa band yang bisa terpilih sebagai partner Judas Priest dalam konser-konsernya ini.

Datang di lokasi petang itu, bau metal mulai menyengat kuat sejak diluar venue. Gerombolan yang sebagian besar pria, berkaos hitam, berjaket kulit, atau jeans sobek tampak disana-sini. Namun uniknya pemandangan malam itu tampak seperti terbagi dua dengan jarak usia yang terlihat jelas. Dapat ditebak, yang muda dipastikan para fans Babymetal.

Pukul 8 tepat, lampu padam. Gemuruh musik pembuka Babymetal bersahutan dengan riuh penonton. Tanpa basa basi, berat, cepat dengan dentuman riff dan double-bass drum ala Sepultura namun uniknya vokal mengalir bak sebuah lagu film anime dari tiga gadis unyu Jepang, dengan gaya centil layaknya sebuah K-pop girl band, kombinasi yang mau tak mau membuat saya terbelalak dan terbahak pertama kali melihat aksi unik mereka.

Tujuh lagu diberondong layaknya pistol mitraliur. Aksi teatrikal dan centil ditingkahi moshing dan headbang beberapa penonton, menjadi tontonan yang menarik. Cocok rasanya mereka sebagai band pembuka Judas Priest dan tak heran mereka begitu digandrungi generasi metal saat ini. Jarang rasanya saya begitu menikmati aksi pembuka konser. Dalam hati timbul harapan semoga bisa mendapat kesempatan menyaksikan konser mereka secara penuh kapan-kapan.

Sejam kemudian, the main show begins. Tak dapat dipungkiri, perubahan atmosfer dari Babymetal yang muda ceria dengan nuansa metal kawaii modern, tiba-tiba beralih ke sound dan gaya fashion metal gothic ala 80-an. Menyaksikan sang dewa metal Rob Halford yang kini berusia 64 tahun, memang tidak bisa berharap aksi panggung spektakuler layaknya dahulu lagi. Terlihat renta, berjalan kesana kemari dengan gesture tangan seperlunya.

Namun tidak demikian halnya dengan kemampuan vokalnya. Berbeda dengan Axl Rose yang banyak mendapat kritikan atas degradasi vokalnya, kemampuan vokal Rob tak ubahnya seperti masih 20 atau malah 30 tahun yang lalu. Jeritan dan geraman-nya tanpa ampun merobek gendang telinga dan jantung penonton lewat Firepower sebagai pembuka.

Tanpa cacat, tanpa terlihat tersengal-sengal, Rob menghipnotis ‘umat Judas’ Singapura yang tampaknya tak mudah bagi mereka mengikuti tingginya vokal Rob. Hanya headbang dengan tangan berpose tanduk metal dan beberapa moshing disana-sini demi mengimbangi kekuatan para ‘The Priests’.

Sementara itu di sisi kanan kiri panggung, sang darah segar, gitaris Richie Faulkner dengan gitar Flying-V nya dan pengganti Glenn Tipton, Andy Sneap, tampak atraktif dengan gaya rocker klasik. Layaknya santapan lezat bagi jepretan kamera handphone penonton.

Judas Priest memang bukan musisi grunge yang tampil sederhana atau band rock yang chic fashionable seperti Muse. Judas Priest adalah Judas Priest. Band heavy metal klasik dengan balutan jaket kulit, background rantai, api serta segala rupa aksesoris metal orisinil lainnya sebagai elemen panggung. Mereka juga bukan band ‘kemarin sore’ yang gonta ganti tampilan mengikuti jaman. Dan karena itulah, tak ada tawa atau cemoohan ketika ‘mbah kakung’ Rob membuat aksi mengendarai Harley Davidson dengan cambuk kulit di mulutnya ditengah show. Disambut riuh tepuk tangan dan teriakan penonton, 'Freewheel Burning', 'Hell Bent For Leather', 'You've Got Another Thing Comin' dan 'Painkiller' dibawakan berturut-turut diatas motor.

Di tiga encore lagu terakhir, seperti pada konser-konser sebelumnya, sang dewa Glenn Tipton, muncul mengejutkan penonton. Glenn memang diam-diam sering ikut konser Judas Priest dan hanya tampil di penghujung konser karena alasan kesehatan-nya. Meskipun tak mampu lagi bergaya seperti dua gitaris lainnya, salah satu gitaris terbaik dunia ini sempurna mengawal tiga lagu ikonik Judas Priest masih dengan ciri khas teknik permainan-nya yang kompleks; ‘Metal Gods, ‘Breaking The Law’ dan ‘Living After Midnight’ sebagai penutup konser.

Backdrop besar turun di penghujung show menutupi giant screen. ‘The Priests Will Be Back’, demikian tulisan yang tertera dengan font besar. Sebuah harapan besar pula bagi para ‘heavy metal faithful’. Sebuah ungkapan yang membuat kita bangga dengan kondisi usia dan perang melawan parkinson Glenn, seakan mengatakan bahwa apapun mereka tidak akan pernah menyerah, seperti halnya lagu mereka.. NO SURRENDER!

Setlist Judas Priest Singapura, 4 Desember 2018:

Firepower

Running Wild

Grinder

Sinner

The Ripper

Lightning Strike

Desert Plains

No Surrender

Turbo Lover

The Green Manalishi (Fleetwood Mac cover)

Night Comes Down

Rising From Ruins

Freewheel Burning

You've Got Another Thing Comin'

Hell Bent for Leather

Painkiller

Encore (with Glenn Tipton):

Metal Gods

Breaking the Law

Living After Midnight

Terima kasih kepada LAMC Productions.

Text dan foto: Wisnu H. Yudhanto, w1snu.com

wisnu
More from Creative Disc