Lucy Dacus Berjalan Kembali Ke Masa Lalunya Lewat "Home Video"

Oleh: luthfi - 25 Jun 2021

Di penghujung tahun 2010an sebuah gaya baru di ranah musik indie rock Amerika muncul dimana solois indie rock perempuan bercerita lebih jujur dan lebih blak-blakan dengan diiringi kekhasan indie rock seperti distorsi gitar yang kasar, musik yang lo-fi dengan sentuhan musik yang lebih pelan. Gaya tersebut dibuat oleh tiga orang sahabat yang mempunyai benang merah musik yang sama yaitu Phoebe Bridgers, Julien Baker, dan Lucy Dacus dimana mereka juga membuat musik bersama dengan nama Boygenius.

Gaya tersebut semakin menjadi-jadi di awal 2020an dimana ketika pandemi COVID-19 melanda semua pendengar musik tiba-tiba menginginkan lirik yang seolah-olah seperti berbicara dengan diri mereka sendiri sebagai bahan refleksi terhadap kehidupan dunia yang seolah berhenti bergerak akibat masa pandemi. Sebagai bukti, Phoebe Bridgers yang terkenal berkat liriknya yang ringan diantara tiga temannya di Boygenius berhasil mendapatkan empat nominasi Grammy (setara dengan nominasi yang didapat oleh nama yang lebih populer seperti Billie Eilish, Megan Thee Stallion, dan Justin Bieber) untuk album keduanya “Punisher” dan Julien Baker yang terkenal berkat liriknya yang menceritakan tentang dunia yang ia tinggali dalam konteks yang lebih luas dan lebih berat mendapatkan atensi yang sangat positif lewat album ketiganya “Little Oblivions” dan berhasil masuk ke jajaran 40 besar album terlaris di Amerika Serikat.

Sekarang mari kita berbicara tentang nama terakhir yang belum disebut dari paragraf pertama yaitu Lucy Dacus. Lucy Dacus merupakan seorang solois indie rock asal Virginia, Amerika Serikat. Ia sudah merilis dua album diantaranya adalah “No Burden” (2016), “Historian” (2018) dan satu EP berjudul “2019” (2019). Berbeda dari dua sahabat baiknya, Lucy memainkan musik indie rock tulen yang jauh lebih kasar dengan gitar yang abrasif disertai lirik yang jauh lebih berbicara tentang diri sendiri dengan pendekatan pencarian identitas diri dengan lingkungan serta rasa kesadaran diri yang coba diceritakan oleh Lucy.

Pada dua album sebelumnya Lucy Dacus bercerita dengan jelas dan lantang tentang apa yang terjadi di dalam dirinya, untuk album ketiganya “Home Video” ia memelankan tempo musiknya dan mencoba memutar kembali waktu dengan menceritakan kenangan masa lalunya sewaktu kecil dan remaja. Lagu pembuka album ini yaitu 'Hot & Heavy' terdengar seperti bab pembuka dari sebuah buku dengan lantunan musik keras seperti album keduanya Lucy tetapi tidak dimainkan seambisius seperti sebelumnya dan terdengar lebih pelan seolah-olah ini menjembatani album kedua dan album ketiganya. Tema tersebut semakin diperkuat dengan lirik “Heavy memories weighing on my brain/Hot and heavy in the basement of your parents’ place.” seolah menggambarkan bahwa album ini akan bercerita banyak soal masa lalunya yang berat dan penuh dengan petualangan akan pencarian hidup. Di antara semua lagu 'VBS' merupakan lagunya yang paling kuat di album ini, 'VBS' bercerita tentang kenangan masa remajanya ketika pergi menghadiri kemah musim panas bersama teman-temannya dengan sentuhan musik country folk yang sendu di awal dan semakin gelap di akhir dengan tutupan kata “You said that I showed you the light/But all it did in the end/Was make the dark feel darker than before”.

'VBS' memberikan gambaran yang konkrit akan mood yang dibawakan Lucy di album ini dan semakin mellow karena lagu berikutnya 'Cartwheel' bermain begitu sendu. Lagu ini benar-benar mengikuti tema lagu yang menceritakan kisah patah hati sewaktu SMA dengan gamblang ini seolah. 'Thumbs' menceritakan tentang seorang temannya yang kembali bertemu dengan ayahnya yang hilang dan ternyata adalah seseorang yang sering menyiksa anaknya tetapi temannya masih membela bapaknya lengkap dengan musik yang sangat mellow yang menunjukkan kegelisahan Lucy terhadap temannya. 'Please Stay' dibawakan dengan alunan gitar akustik dengan vokal Lucy yang lirih seolah-olah ia mengharapkan seseorang untuk terus dekat kepadanya.

Seperti sebuah novel, tidak selalu cerita yang dibawakan di dalam novel terus tersebut berat dalam setiap babnya dan itu ditunjukkan lewat 'Brando' seolah menjadi penyegar setelah ia selalu bermain moody dalam bernyanyi dan bercerita. “Brando” adalah sebuah track folk yang dipengaruhi oleh nuansa pop rock yang gembira dan berjalan begitu ringan baik dari segi musik dan lirik. 'Going Going Gone' yang diawalnya terdengar begitu apa adanya dan ditutupi dengan gelakan tawa seolah ia telah selesai menceritakan sebuah cerita kepada temannya. Pada 'First Time' ia masih menyimpan cita rasa yang ia keluarkan di album keduanya dengan lirik yang bercerita tentang dirinya yang mencoba kabur bersama orang yang ia cintai seperti cerita-cerita yang sering kita dengar sewaktu remaja dan mempunyai kaitan dengan lagu penutup 'Triple Dog Dare' dimana ia langsung mengembalikan jiwa emosional di album keduanya selama lebih dari 7 menit yang menjadi penutup kumpulan cerita masa lalu Lucy di album ini.

Lucy benar-benar pintar menggabungkan musik dan lirik yang berat dan gelap lewat “Home Video” karena sepanjang lagu ia selalu berhasil membuat musik yang sesuai dengan cerita yang ia sampaikan dan membuat pendengarnya bisa masuk dan merasakan apa yang ingin ia sampaikan. Di dalam album ini, Lucy diberikan kesempatan untuk mengasah kemampuan berceritanya dengan bantuan kisah masa lalunya sewaktu kecil dan remaja dan Lucy mampu menggunakan peralatan yang ia punya dengan sangat baik.

Dengan memperlambat semuanya di “Home Video”, Lucy Dacus semakin intim dan jujur dalam menceritakan hal yang terjadi kepada dirinya dan menguatkan identitasnya sebagai seorang pencerita ulung tentang kehidupan pribadinya dan orang di sekitarnya. “Home Video” menujukkan kekuatannya sebagai seseorang yang jujur dan apa adanya ketika bercerita ke pendengarnya dengan bantuan kisah masa kecil dan remajanya.

luthfi
More from Creative Disc