Menikmati Keajaiban Lagu Indonesia di Synchronize Fest 2022

Oleh: luthfi - 18 Oct 2022

Ketika pertama kali muncul Synchronize Fest seolah mempunyai agenda yang sangat besar yaitu membawa kembali jargon “musik Indonesia harus bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri” yang dulunya sering muncul di era 90’an dan 2000’an ketika penjualan kaset dan CD sedang subur-suburnya. Wajar saja jika jargon tersebut sempat mati dan terdengar usang karena MTV Indonesia tidak lagi menyiarkan musik 24 jam nonstop, serangan musik bajakan yang membuat toko kaset dan CD banyak yang gulung tikar di awal 2010’an serta lambatnya adaptasi pendengar Indonesia dari rilisan fisik ke rilisan digital yang legal. Ketiga faktor tersebut membuat musik Indonesia sempat hilang ke permukaan.

Di tengah carut marutnya musik Indonesia, Synchronize Fest pun muncul dan bertindak bukan hanya sebagai sebuah festival musik lokal yang biasa tetapi juga terbukti membangkitkan kembali gairah orang Indonesia akan musik dan lagu-lagu asli buatan Indonesia dari berbagai macam genre entah itu musik pop yang mendayu-dayu, musik indie folk yang dicintai kaum pecinta senja dan kopi, musik indie yang berbeda dari kebanyakan, pop jazz yang digandrungi anak muda di kota besar, metal yang mempunyai basis penggemar super loyal, sampai musik yang dicintai masyarakat luas terlepas dari status ekonominya yaitu dangdut beserta turunannya. Karena hal tersebut Synchronize Fest pun selalu ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan entah itu dari penonton di seluruh Indonesia sampai ke artisnya sendiri yang merasa dihidupkan kembali lewat festival ini.

Setelah absen selama tiga tahun akibat pandemi COVID-19 yang melanda hampir semua negara termasuk Indonesia, akhirnya Synchronize Fest kembali hadir yang menyajikan aksi musisi lokal dari semua usia mulai dari musisi indie yang sedang naik daun sampai yang statusnya sudah menjadi legenda hidup musik Indonesia. Selama tiga hari dari 7 – 9 Oktober 2022 di Gambir Expo Kemayoran Jakarta lebih dari 50 ribu orang menikmati berbagai macam sajian penampilan musisi lokal dari segala genre. Memang benar jika tajuk acara tahun ini adalah “Lokal Lebih Vokal” dimana para pengunjung festival ini selalu bernyanyi dengan sekencang-kencangnya dan sevokal-vokalnya begitu lagu mereka dibawakan oleh musisi favorit mereka entah itu musisi yang mengisi playlist layanan streaming musik yang mereka pakai sampai musisi yang menghiasi masa kecil mereka.

Tepat rasanya jika menyebut Synchronize Fest adalah “festival karaoke lagu Indonesia berjamaah” karena sepanjang tiga hari semua orang yang datang ke konser ini tidak henti-hentinya bernyanyi bahkan ketika para penontonnya berangkat ke panggung berikutnya dan hanya mendengar sayup-sayup lagu dari panggung sebelumnya mereka terus bernyanyi. Wajar saja jika mereka bernyanyi begitu kencang karena para penampilnya juga nama-nama yang mempunyai lagu hit dan bisa dinikmati oleh berbagai macam generasi (berkat TikTok juga yang akhir-akhir ini banyak menaikkan lagu lawas Indonesia sehingga bisa didengarkan oleh generasi sekarang) seperti Pamungkas, Project Pop, White Shoes & The Couples Company, Seringai, Shaggydog, Fourtwnty, Maliq & D’Essentials, Yura Yunita, Tulus, The Rain, Sisitipsi, Potret, The Adams, Nadin Amizah, Ardhito Pramono, Soegi Bornean, The Upstairs, Kahitna, Efek Rumah Kaca, Goodnight Electric, Last Child Feat. Giselle dan masih banyak lagi.

Selain para musisi yang membawakan lagu mereka sendiri, banyak juga musisi yang hanya memutar lagu orang lain dengan caranya mereka sendiri dan masih sukses membuat otot pita suara dan otot tubuh lainnya diforsir terus-terusan mulai dari Prontaxan dan Feel Koplo yang membuat semua orang menggila berkat remix koplo yang mereka injeksikan ke hampir setiap lagu, Dipha Barus yang membawa teman-teman musisi dan artisnya untuk berkaraoke bersama lagu-lagu populer dari dalam dan luar negeri sambil berkolaborasi bersama musisi satu marga dengannya yaitu Herman Barus yang sangat piawai dan cepat dalam memainkan keyboard sehingga terjadilah sesi keyboard battle layaknya guitar battle dan juga sesi Berkaraoke yang digawangi Oomleo yang mengajak Iqbaal Ramadhan, Ardhito Pramono, Indra Firmawan bahkan sampai Young Lex ke atas panggung.

Nama-nama legendaris dari belantika musik Indonesia yang juga jarang tampil di panggung ibukota bahkan tidak pernah manggung lagi setelah sekian lama juga turut hadir mulai dari nama yang dulu dianggap oleh para elitis musik Indonesia sebagai perusak musik Indonesia karena lagu dengan nada melayu-nya yaitu Radja yang sukses membuat semua orang bernyanyi dengan bebas dan lepas dari awal sampai akhir terlepas dari status sosial dan ekonomi mereka, Erwin Gutawa & 3Diva (Krisdayanti, Ruth Sahanaya, dan Titi DJ) yang berhasil menarik semua penontonnya ke masa kecil mereka, OM New Pallapa yang merupakan orkes dangdut terpopuler berkat hasil panggung mereka sering diputar di lapak VCD/DVD bajakan di pinggir jalan membuat semua orang mulai dari pengunjung sampai staf pembersih bergoyang bersama, kolaborasi “reunian” Payung Teduh dengan proyek solo mantan vokalis Payung Teduh Pusakata yang sukses membuat orang menjadi pecinta folk dalam skala yang besar, King Nassar yang membawakan sajian panggung yang luar biasa dan di luar akal manusia, band alternative rock legendaris yang secara tidak sadar membuat gerakan emo untuk perempuan di Indonesia dengan lirik dan vokalnya yang tanpa ampun dan berkharisma yaitu Cokelat yang akhirnya bisa membujuk kembali vokalis aslinya Kikan dan drummer aslinya Ervin untuk manggung kembali setelah 12 tahun akibat ribut besar, sang legenda pop di 2000’an yaitu Agnez Mo yang akhirnya turun gunung setelah berkarir di luar negeri dan bertindak layaknya Beyonce di Coachella 2018 dan sukses menyetir massa untuk bergoyang ketika lagu soundtrack dance semua orang di Indonesia pada masanya yaitu “Tak Ada Logika” dibawakan, serta yang paling epik adalah melihat kembali grup rock n roll legendaris Indonesia yang sukses menjadi cetak biru musisi Indonesia yang go international yaitu Dara Puspita tampil kembali setelah 50 tahun mereka tidak tampil bersama.

Melihat Dara Puspita tampil kembali dengan bantuan dari Fleur! menjadi pemandangan yang langka, mengharukan dan melambangkan keajaiban dan mukjizat dari lagu Indonesia dimana orang-orang di usia yang umurnya jauh dibawah mereka bernyanyi lagu “Surabaya” dan “Mari Mari” dengan fasih. Meskipun Dara Puspita sudah berusia lebih dari 70 tahun tapi mereka masih fasih memainkan katalog lagu mereka dan masih bisa membawakan musik rock n roll dengan lancar dan cepat.

Ketika diwawancarai di sesi konferensi pers sang frontman dan vokalis, basis dari Dara Puspita Titiek Hamzah tak kuasa meneteskan air mata ketika ditanyai tentang penampilan mereka di Synchronize Fest, “Kami disini tampil karena mukjizat dari Yang Maha Kuasa dan kami berkarya bukan mencari ada apanya tapi kami berkarya dengan apa adanya sesuai kehendak dari Yang Maha Kuasa”. Sepenggal pernyataan dari beliau sepertinya sudah cukup untuk melambangkan musik Indonesia sendiri, seperti mukjizat untuk membuat orang bernyanyi tanpa henti selama tiga hari berturut-turut dan hafal semua musik Indonesia. Selama tiga hari Synchronize Festival berhasil menjadi wadah orang-orang untuk merasakan kembali keajaiban dan mukjizat dari lagu Indonesia yang bisa membawa mereka kembali ke era-era yang mereka masih ingat dengan jelas atau diingatkan kembali ke era yang sudah terkubur di bagian alam bawah sadar mereka. Mukjizat memang.

luthfi
More from Creative Disc