Piknik Metal Di Hammersonic 2013

Oleh: welly - 30 Apr 2013

Ribuan orang didominasi oleh mereka yang mengenakan baju berwarna hitam berbondong-bondong menuju ke Eco Park Ancol Jakarta pada Sabtu (27/04). Tujuannya adalah untuk menghadiri ajang festival metal Hammersonic yang menghadirkan band-band pengusung aliran bertegangan tinggi. Berbeda dengan penyelenggaraan sebelumnya, tahun ini Hammersonic digelar selama dua hari, Sabtu dan Minggu (27 – 28/04). Tetap mengusung dua panggung, Hammer dan Sonic.

Tengah hari dengan matahari yang bersinar galak membuat banyak penonton lebih memilih untuk menonton sambil berteduh. Namun tak sedikit pula yang bertahan di depan panggung meski harus di panggang oleh panasnya matahari. Ada 20 band yang akan tampil di hari pertama Hammersonic ini sampai tengah malam. Sepertinya mereka memilih untuk menyimpan tenaga agar mampu bertahan sampai akhir.

Panasnya cuaca ternyata tak menular pada “panasnya” penonton untuk “berdansa”. Suasana lapangan mulai menghangat ketika Outright tampil menyuguhkan nafas hardcore. Beberapa penonton mulai menggeliat melakukan pogo dan circle pit kecil. Tampaknya masih malu-malu untuk meluapkan energinya. Pemandangan berbeda ketika Burgerkill hadir. Para begundal (penggemar Burgerkill) mulai merangsek merapat ke barikade. Gelombang penonton yang berselancar mulai terlihat riaknya. Sebuah petanda bahwa tensi pertunjukan tampaknya akan semakin memanas.

Benar saja. Metalheads semakin menggila ketika dihajar oleh cabikan gitar dan lengkingan vokal yang diantarkan oleh Power Metal. Band senior jebolan Festival Rock se-Indonesia V tahun 1989 ini mengundang koor massal dengan lagu-lagunya yang mengantar menuju terbenamnya matahari. Masih ada lagi band metal senior yang tak kalah gahar, Edane. Entah mengapa, Eet Sjahranie yang biasanya tampil “liar” terlihat sedikit kalem malam itu. Namun tak mengurangi kegarangannya menyiksa gitarnya sehingga meraung kencang.

Dying Fetus sepertinya cukup ditunggu oleh metalheads yang hadir. Gempuran death metal membuat ribuan metalhead tak mampu menolak untuk menunaikan headbang. John Gallagher dan Sean Beasley pun tak bosannya memprovokasi agar penonton semakin menggila. Begitu pula ketika Lock Up tampil “memporakporandakan” panggung Sonic. Ajakan untuk “rusuh” adalah hal yang lazim dalam sebuah pentas metal.

Apakah kondisi sedang hamil menghalangi untuk bersenang-senang? Bila ditanyakan pada Simone Simons tentu jawabannya adalah tidak. Vokalis Epica tersebut tak terbendung untuk beraksi, meski tentu disesuaikan dengan kondisinya yang sedang hamil. Simone asyik melakukan windmill kompak dengan personel lain yang tak kalah panjang rambutnya.

Waktu sudah mencapai tengah malam. Tak sedikit penonton yang kelelahan tertidur di rumput tanpa alas. Seharian energi terkuras untuk bersenang-senang. Namun tentu lebih banyak lagi yang lebih memilih untuk terjaga dan tak peduli dengan badan yang sudah remuk redam kelelahan. Mereka tetap bertahan di depan panggung. Alasan utamanya adalah demi Obituary.

Obituary menjadi penampil utama Hammersonic hari pertama. Tak sedikit penonton yang menganggap ini adalah sebuah proses “naik haji” melihat Obituary. Luapan emosi akhirnya bisa melihat idola di depan mata ditunaikan dengan headbang, body slam dan “tawaf” di circle pit dengan sepenuh hati.

Hammersonic hari pertama ditutup dengan aksi DJ Indra 7 yang menyuguhkan lagu-lagu metal dalam setlistnya. Mengiringi ribuan metalhead yang perlahan dengan tubuh lelah beringsut pulang untuk beristirahat memulihkan tenaganya.

Hammersonic Hari Kedua Semakin Panas!

Debu-debu semakin tebal menyelimuti. Namun mereka tak peduli dan tetap “menari” riang. Itu lah pemandangan yang terlihat di Hammersonic hari kedua, Minggu (28/04). Area Eco Park Ancol yang kering menghasilkan debu ketika penonton sedang menunaikan ritualnya, membuat lingkaran dan slam dance.

Kondisi cuaca tidak sepanas hari pertama, sehingga tak heran bila penonton tak segan untuk menyemut di depan panggung. “Keriuhan” mulai terlihat ketika band asal Solo, Down For Life, bersenang-senang dengan Pasukan Babi Neraka (penggemar Down For Life).

Kegaduhan di Hammersonic pun bisa diciptakan oleh hanya satu orang saja. Ini dibuktikan oleh Putrid Pile. Tampil solo hanya dengan memainkan gitar dengan iringan drum machine dan menghamburkan lirik bertemakan gore, Putrid Pile mampu membuat penonton menggeliat. “Cakar” Seringai juga sudah pasti menjadi jaminan mutu untuk membuat para Serigala Militia (penggemar Seringai) menggila. Sebuah video pendek yang dicuplik dari film sang raja dangdut, Darah Muda, menjadi pengantar sebelum Seringai muncul. Tak perlu basa basi, gelombang penonton yang berselancar sontak membesar dipicu oleh musik beroktan tinggi.

Tensi Hammersonic semakin tinggi ketika gerombolan metalcore asal San Diego Kalifornia, As I Lay Dying, tampil. Tampaknya kehadiran mereka sangat dinantikan. Gempuran musik kencang dengan vokal gahar dari vokalis berbadan besar penuh rajah, Tim Lambesis, mampu membuat gempa kecil di Eco Park Ancol malam itu. Benar-benar pecah.

Sementara Destruction di panggung Sonic seolah membayar lunas konsernya yang antiklimaks sebelumnya. Dua tahun lalu, konser Destruction di sebuah kafe di bilangan Kemang dihentikan ketika baru berjalan sekitar setengah jam. Band yang menjadi salah satu dari tiga raja skena Teutonic trash metal ini langsung menghajar dengan ‘Trash Till Death’ sebagai lagu pembuka.

Pusaran windmill yang masif terjadi di panggung Hammer. Aksi tersebut dilakukan oleh George "Corpsegrinder" Fisher, vokalis Cannibal Corpse, mengisi kekosongan ketika dia tidak “menggeram”. Fisher seolah menantang metalhead untuk beraksi tak kalah brutalnya. Hal tersebut diamini dengan membuat pusaran cukup besar di area penonton.

Cradle Of Filth didaulat sebagai penampil puncak dan penutup Hammersonic 2013. Dani Filth kerap kali memamerkan lengkingan vokalnya. ‘Tragic Kingdom’, ‘Summer Dying Fest’, ‘Born In Burial Gown’, serta ‘From the Cradle to Enslave’ dengan aroma Extreme Gothic Metal disuguhkan. Dengan tenaga yang tersisa metalhead tetap setia bertahan. Menari dengan sisa tenaga. Ada pula yang lebih memilih menonton saja sambil merekam dengan perangkat pintarnya.

Milankoni

welly
More from Creative Disc