10 Musik Indonesia Terbaik yang Mengusung Tema “Girl Power”

Oleh: welly - 15 Mar 2021

Garapan para wanita tangguh yang merayakan keindahan dan kompleksitas seorang Hawa

Terus terang, bahkan hingga saat ini, artis wanita masih belum menerima apresiasi dan penghormatan yang setara dengan artis pria di industri musik Indonesia. Kerap kali pertanyaan yang diajukan jurnalis dan masyarakat kepada artis wanita adalah sesuatu mengenai pacar, mantan pacar, dan calon mantan pacar mereka ketimbang karya dan kerja keras mereka.

Akan tetapi, perlahan namun pasti, mulai tercipta sebuah perubahan. Para vokalis wanita, terutama usia muda, semakin tergerak untuk menjadi produser dan songwriter. Mereka semakin proaktif dalam merancang konsep untuk karya dan imej mereka. Lagu-lagu dengan narasi “wanita sebagai obyek romansa” semakin ditinggalkan. Kesetaraan upah dan kesempatan untuk ‘manggung’ semakin diperjuangkan.

Mengikuti semangat Women’s History Month di Amerika Serikat dan Hari Musik Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Maret yang lalu, berikut ini adalah 10 karya terpilih Kartini Masa Kini yang sarat akan pemberdayaan, inspirasi, dan tentu saja, hiburan yang senantiasa manis di telinga.

10. Rinni Wulandari - “Born Ready”

Dibalut dengan produksi R&B dan aransemen slow jam yang menggugah, “Born Ready” menjadi wejangan Rinni Wulandari kepada para wanita untuk merengkuh tekad diri masing-masing (‘Hold your head up high’/’Show them what you got’/’Turn all your wrongs to right’/’It’s been tough, now it’s time to be strong’). Karya empowerment ini pun kemudian mengantarkan sosok wanita tangguh berusia 30 tahun ini ke piala AMI Awards pertamanya.

9. SIVIA - “Storm”

Salah satu vokalis wanita Indonesia paling underrated ini paling memahami betapa pentingnya kemerdekaan diri bagi seorang wanita. Salah satu mahakarya SIVIA--bertajuk “Storm”--menjadi konfirmasi spiritual bahwa terkadang, mengucapkan selamat tinggal kepada segala sesuatu yang membebani adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan “self-worth” (‘Pergilah jauh dariku’/’Tak perlu kau ingat yang lalu’/’Sadarlah itu semua’/’Hanya bayangan’/’Bukan genggaman’). Mengapa “Storm” masih belum menjadi hit bombastis?

8. Krista Monica - “Be Alright”

Salah seorang anak muda penggerak musik jazz Indonesia ini menyampaikan narasi yang subtle mengenai bahaya “toxic masculinity” melalui balada folk-jazz fusion “Be Alright” (‘Living in his own space’/’You don’t have to face’/’Every voice that brings you down’/‘Don’t listen, don’t miss out’). Selalu ada terang di ujung terowongan yang gelap, dan syukurlah, Krista Monica turut menjadi terang di ranah musik jazz Tanah Air yang masih didominasi kaum Adam.

7. Claudia Iva - “Wanita Kuat”

Belakangan ini semakin langka sosok wanita muda yang bicara mengenai realita seorang wanita. Itulah mengapa kehadiran newcomer Claudia Iva dengan single-nya “Wanita Kuat” menjadi udara segar bagi narasi pop yang kerap menempatkan wanita sebagai obyek romansa belaka. Semoga masa depan yang cerah mengganjar kekuatan yang diberikan oleh Claudia Iva.

6. Amigdala - “Balada Puan”

Bersama band indie Amigdala, sang (mantan) front-woman Aya Canina menendangkan musikalisasi puisi mengenai kompleksitas seorang wanita melalui “Balada Puan”. Amigdala sendiri mengukuhkan eksistensinya sebagai salah satu band yang paling vokal terkait hak dan perlindungan wanita. Aya Canina juga berkarya sebagai penyair.

5. Rahmania Astrini - “Shush”

Menyegarkan sekali mendengarkan karya musik populer yang menghadirkan wanita bukan sebagai tokoh pasif, melainkan tokoh aktif dalam konteks romansa. “Shush” menjadi deklarasi--sekaligus himbauan--bahwa menunggu pujaan hati untuk menyadari kehadiranmu adalah buang-buang waktu semata (‘Just let me treat you, baby’/’Shush’/’This one’s on me’). Saatnya meninggalkan “double standard” yang sudah ketinggalan zaman. If you want it, go after it!

4. Yura Yunita - “Buktikan”

Pada akhirnya, hanya seorang wanita yang paling sanggup memperjuangkan apa yang menjadi haknya. Terlepas dari produksi feel-good “Buktikan”, vocal delivery Yura Yunita yang tegas dan lirik yang menyentil menggarisbawahi fakta bahwa karya R&B bop ini adalah lebih dari sekedar hiburan. Sebagai salah satu panutan estetika wanita di industri musik Indonesia, sudah seyogyanya Yura Yunita beroleh apresiasi yang sama dengan artis seperti Judika dan Tulus.

3. Heidi (The Girl with the Hair) - “As Long As”

Sejauh ini, tampaknya hanya Heidi (The Girl with the Hair) yang bisa dideskripsikan sebagai “koboi wanita Indonesia”. Dengan nama panggung yang unik dan estetika musik yang lain daripada yang lain, musisi Indonesia berbasis di Belanda ini tidak pernah segan mengekspresikan jati dirinya, salah satunya melalui single-nya “As Long As” (‘Well, maybe that’s not for me’/’La-da-da-da-da-yeah’/’Maybe that’s not me’/’Let me pack my bags and go’/’Get my money from show to show’). Indonesia, tolong cetak lebih banyak artis seperti Heidi (The Girl with the Hair)!

2. Audy - “Bila Saja”

Menapak tilas ke awal era 2000-an, kala itu terlahir seorang wanita muda yang menyeret genre rock ke ranah mainstream musik Indonesia lewat single-nya “Bila Saja”. Kesuksesan single perdana tersebut kemudian menjadikan Audy sebagai penerus legacy wanita perkasa seperti Nike Ardilla, Nicky Astria, dan Betharia Sonata. Loncat ke 2021, Indonesia masih menanti siapa wanita muda yang akan melanjutkan legacy Audy. Akan tetapi, bagi semua wanita muda di luar sana yang hendak menemukan inspirasi, “Bila Saja” hadir di seluruh streamers untuk kalian pelajari. (and the music video is super badass!)

1. Mocca - “Teman Sejati”

Meskipun kolaborasi Raisa dan Isyana Sarasvati “Anganku Anganmu” kerap menjadi himne solidaritas antar sesama wanita, rasa-rasanya sleeper hit milik band swing Mocca bertajuk “Teman Sejati” mampu menyaingi bila tidak melampaui. Dengan lirik yang relatable untuk segala jenis kelamin (‘Kau yang kini dilanda patah hati’/’Jangan takut aku ada di sini’/’Menemanimu, menemanimu’/’Sudahlah, lupakan saja’), “Teman Sejati” melampaui karya feminis dan menjadi tribute untuk solidaritas lintas perbedaan. Untuk sebuah band berusia dua dekade dengan front-woman yang tidak pernah berganti, Mocca sungguh menjadi feminist icon paling tidak disangka dan, dalam waktu bersamaan, paling membahagiakan.

TENTANG PENULIS

Felix Martua adalah penulis, editor, traveler, kurator, dan cataloger bilingual (Bahasa Inggris dan Indonesia) untuk musik, hiburan dan all things pop culture. Felix bisa dihubungi via martuafelix00@gmail.com

welly
More from Creative Disc