CreativeDisc Exclusive Interview With Easy Life: Refleksi Diri dan Pendewasaan Dari Band Santuy

Oleh: welly - 29 Oct 2022

Cerita grup asal Leicester, Inggris bernama Easy Life dimulai dari sekumpulan teman nongkrong yang bosan dengan pekerjaan sehari-hari mereka entah itu sebagai tukang listrik, guru, sampai jualan kentang di pasar. Pelampiasan mereka akan kebosanan pekerjaan dan kehidupan ternyata berhasil dengan cepat, hanya dalam kurun waktu tiga tahun mereka mampu mencapai posisi 10 besar di UK Album Chart dengan mixtape “Junk Food” dan dua album mereka berhasil menjadi album terlaris mingguan kedua terlaris di Inggris ketika baru dirilis.

Kekuatan dari grup yang diisi oleh Murray Matravers (vocals, synthesizer, keyboard, trumpet), Oliver Cassidy (drums, percussion), Sam Hewitt (bass guitar, saxophone, backing vocals), Lewis Alexander Berry (guitar), Jordan Birtles (percussion, keyboard, backing vocals) terletak di musik mereka yang mencampurkan unsur hip hop, indie pop, lo-fi, dan pop rock dengan lirik yang banyak menyiratkan pesan bahwa hidup harus dibawa santai dan selow nan santuy sama seperti nama grup mereka.

Tetapi di album kedua mereka mengambil jalur yang berbeda dari apa yang sudah dilakukan sebelumnya, karena di album kedua yang mereka namai “Maybe In Another Life” mereka berbicara tentang sisi gelap hidup entah dari putus cinta, krisis pencarian jati diri, eksistensialisme hidup sampai ke penyesalan hidup karena tidak bisa membantu teman dari adiksi alkohol dan narkoba. “Semakin bertambah usia aku, semakin pesimis dalam melihat hidup. Semakin aku bertambah kaya, sehat, dan bisa keliling kemana-mana, semakin pula aku merasakan rasa penyesalan, rasa sakit dan rasa tidak nyaman. Memang berat menumpahkan hal itu ke dalam sebuah lagu.”, ungkap sang vokalis Murray ketika ditemui melalui Zoom oleh CreativeDisc.

“Maybe in Another Life” tidak secerah karya Easy Life lainnya. Banyak lagu yang moody dengan iringan beat yang simpel dan berat, bahkan lagu dengan nada yang ceria mempunyai lirik yang gelap dan berat. Murray sendiri mengaku menyanyi dengan monoton agar ia bisa lebih leluasa untuk bernarasi tentang pergumulan diri yang ia hadapi semasa mengerjakan album ini. Kolaborator di album ini seperti Kevin Abstract dari Brockhampton, Gus Dapperton dan BENEE memberikan konteks lebih besar terhadap lirik dan isi lagu layaknya sebuah dialog antar Murray dan kolaboratornya tentang isi lagunya.

Dibalik semua hal yang tidak mengenakkan ternyata mereka malah lebih percaya diri terhadap rilisan ini. “Jujur, album ini membuat kami merasa seperti dulu lagi ketika kami membentuk Easy Life pertama kali tapi kami tak tahu kenapa”, kata Murray. Ketika saya memberi tahu bahwa mungkin album ini penuh dengan refleksi diri dan pendewasaan para anggota Easy Life Murray sangat setuju dengan hal tersebut. “Mungkin karena kita bertambah tua dan makin paham tentang kehidupan makanya album ini juga isinya tentang kami yang bertambah tua dan menerima kehidupan itu tidak selamanya menyenangkan. Terima kasih telah memberitahuku hal itu.”

Simak wawancara CreativeDisc selengkapnya bareng Murray dari Easy Life dimana kami berbicara soal album terbarunya yang berbeda dari album sebelumnya, pendewasaan hidup yang dialami Easy Life, dan cerita tentang pekerjaan mereka sebelum memulai Easy Life lewat video di bawah ini:



welly
More from Creative Disc