10 Kolaborasi Lintas Genre Paling Unik di Tanah Air

Oleh: welly - 23 Apr 2020
10 Kolaborasi Lintas Genre Paling Unik di Tanah Air

Momen-momen langka ketika bakat terbaik Indonesia bereksperimentasi

Patut diakui bahwa--dulu dan sekarang--apabila dibandingkan dengan industri musik luar negeri, industri musik Tanah Air termasuk industri yang alergi dengan eksperimentasi. Ketika “bottom line” menjadi segala-galanya, sering kali artis Tanah Air lebih fokus pada bagaimana cara mencetak hit daripada memperkenalkan sesuatu yang baru sembari mengeksplor potensi masing-masing. Persepsi menyesatkan ini yang kerap membawa para artis kita ke kesuksesan berumur jagung dan pensiun dini.

Terlepas dari itu, terdapat beberapa artis yang terbukti memiliki nyali untuk menjajaki zona tak terjamah--misalkan dalam bentuk kolaborasi lintas genre. Hasil dari eksperimentasi ini pun beraneka ragam. Ada yang mengejutkan, ada yang patut diacungi jempol, dan ada juga yang (sayangnya) gagal total. Mari kita coba urutkan kolaborasi lintas genre yang pernah dibangun oleh bakat-bakat terbaik Tanah Air--dari yang ‘agak’ janggal hingga yang paling sukses.

10. Sherina feat. Abdee Slank - “Sendiri” (2007)

Tahun 2007 seharusnya menjadi tahun metaformosis bagi seorang Sherina Munaf. Dengan album Primadona, Sherina hendak menanggalkan kulit ‘penyanyi cilik’ demi mengisi kekosongan bintang rock remaja pasca almarhumah Nike Ardilla. Bahkan, lead single yang bertajuk “Sendiri” turut menghadirkan solo guitar dari Abdee Negara (gitaris band rock legendaris Slank). Sayang sekali, tampaknya Indonesia masih belum sanggup merelakan gadis cilik yang sudah telanjur mendobrak hati kita sejak Petualangan Sherina. Tanpa ada hasil yang memuaskan, Sherina pun akhirnya kembali ke akar pop dan kita tidak punya lagi kandidat bintang rock remaja Indonesia.

9. Afgan feat. RAMENGVRL - “Take Me Back” (2018)

Ketika Afgan mencapai satu dekade kariernya, dia pun menyadari bahwa dibutuhkan hembusan napas baru untuk babak yang selanjutnya. Memutuskan untuk tidak lagi menghadirkan balada melankolis yang menjadi ciri khasnya, Afgan kemudian bereksperimen dengan R&B, hip hop, dan electro-hop melalui “Take Me Back”. Seolah-olah belum cukup, Afgan menggaet rapper Indonesia yang sedang naik daun, RAMENGVRL, untuk menyumbangkan rap verse. Ketika semuanya diramu, “Take Me Back” menjadi club track yang dieksekusi dengan cukup baik (meski masih sulit untuk membayangkan Afgan sebagai ‘penguasa’ klab malam).

8. ADA Band feat. Gita Gutawa - “Yang Terbaik Bagimu” (2004)

Sejauh ini, “Yang Terbaik Bagimu” adalah satu-satunya lagu tema Hari Ayah yang dinyanyikan oleh band pop rock dewasa dan penyanyi cilik seriosa. Entah yang mana yang paling membingungkan: antara upaya kedua artis untuk memadukan pop rock dan seriosa atau fakta bahwa Donnie Sibarani berduet dengan Gita Gutawa yang, kala itu, masih berusia 11 tahun. Produk akhirnya sendiri cukup menyentuh--namun lebih karena faktor aransemen dan lirik. Perbedaan kedua genre (dan usia) yang bagaikan langit dan bumi terbukti sulit untuk disangkal.

7. Glenn Fredly feat. Dewi Persik - “Hikayat Cinta” (2008)

“Hikayat Cinta” adalah momen sekali seumur hidup ketika Maestro R&B dari Timur berkolaborasi dengan Putri Dangdut dari Jember--menghasilkan balada Melayu yang hasilnya tidak buruk-buruk amat. Meski pun almarhum Glenn Fredly agak kaku dalam membawakan nuansa bak karnaval, Dewi Persik membuktikan bahwa eksistensinya di dunia musik bukan sekedar publisitas atau keberuntungan pemula. Sayangnya, tren musik Melayu yang merajalela pada kala itu membuat “Hikayat Cinta” tertimbun di balik karya-karya serupa.

6. SUPERMAN IS DEAD feat. Brianna Simorangkir - “Sunset Di Tanah Anarki” (2013)

Pada tahun 2013 silam, band punk rock SUPERMAN IS DEAD tiba-tiba menggaet newcomer bernama Brianna Simorangkir untuk membawakan lagu folk rock tentang politik dan hak asasi manusia. Di atas kertas, seharusnya vokal Brianna yang sweet dan soft tidak bisa berharmoni dengan vokal Bobby Kool yang garang dan liar. Lucunya, tidak hanya “Sunset Di Tanah Anarki” berhasil membantu Brianna Simorangkir menjadi penyanyi profesional, “Sunset Di Tanah Anarki” juga menjadi contoh langka bahwa kasar dan lembut bisa menjadi satu. Sayangnya, hingga saat ini tampaknya SID masih belum berminat untuk mengulangi eksperimen serupa.

5. The Rain feat. Endank Soekamti - “Terlatih Patah Hati” (2013)

Tahun 2013 silam, band pop The Rain sedang menghadapi ujian terbesarnya. Lepas dari label Nagaswara, The Rain beralih menjadi band indie dan sangat membutuhkan hit. Munculah ide untuk menggaet Endank Soekamti--band rock yang sama-sama berasal dari Yogyakarta. Kolaborasi punk rock berjudul “Terlatih Patah Hati” pun tercipta dan berhasil menorehkan jejak raksasa di stasiun radio FM dan YouTube. Siapa bilang dua band raksasa tidak bisa saling bekerja sama?

4. Iwan Fals & NOAH - “Yang Terlupakan” (2015)

Ketika aktivis folk rock bertemu dengan band pop, hasilnya adalah “Yang Terlupakan”. Membayangkan seorang Iwan Fals bernyanyi lagu pop Top 40 (dengan lirik yang manis-manis romantis pula) mungkin cukup menantang daya khayal kita. Akan tetapi, “Yang Terlupakan” membuktikan bahwa Iwan Fals adalah diam-diam seorang romantis. Ariel NOAH pun terbukti mampu berharmoni sekaligus memberikan support bagi vokal Iwan Fals yang tergolong unik. Terakhir, “Yang Terlupakan” menjadi contoh sempurna di mana dua mega-bintang saling memberi ruang.

3. EndrumarcH feat. Raisa - “L.I.A.M” (2017)

“L.I.A.M” (singkatan dari “Love is a Mixtape”) adalah harta karun yang terkubur dikarenakan satu alasan semata: “L.I.A.M” adalah eksperimentasi hip hop yang sesungguhnya sangatlah jenius. Siapa yang bisa menyangka bahwa kelembutan vokal Raisa sangat layak untuk menjadi chorus musik hip hop garapan salah seorang produser paling underrated di industri musik Indonesia? Mungkin “L.I.A.M” tidak diluncurkan sebagai single karena eksperimentasi yang satu ini sangat melenceng dari repertoire seorang Raisa. Ada kalanya permata di depan mata malah menjadi yang paling tembus pandang.

2. TheOvertunes feat. Monita Tahalea - “Bicara” (2018)

Mungkin agak mengejutkan melihat “Bicara” sebagai bagian dari daftar kolaborasi lintas genre. Faktanya, “Bicara” adalah eksperimen lintas genre yang berhasil dikemas Mikha Angelo dengan sangat apik sampai-sampai pendengarnya nyaris tidak mendeteksi sedikit pun kejanggalan. TheOvertunes (yang beraliran pop) dan Monita Tahalea (yang beraliran jazz) bersatu padu bagaikan tim impian untuk meracik sebuah karya musik pop dengan pondasi folk, country, dan bluegrass. Orang awam mungkin akan langsung melabeli “Bicara” sebagai sekedar lagu acoustic pop--tapi di situlah keindahan “Bicara”. Baik TheOvertunes maupun Monita mengemas kolaborasi yang seharusnya janggal menjadi amat, sangat wajar.

1. Barry Likumahuwa feat. Saykoji - “Tabula Rasa” (2016)

Apabila beruntung, suatu eksperimentasi tidak hanya mampu mendulang sukses, tetapi juga menginspirasi gerakan serupa dari artis-artis lainnya. Barry Likumahuwa membuktikan bahwa fusion adalah subgenre tersendiri yang lebih menjadi inspirasi daripada sekedar eksperimentasi. Tentu saja, serahkan kepada kejeniusan Barry untuk menyatukan rapsodi jazz dengan elemen rap sumbangsih Saykoji yang--hingga saat ini--merupakan karya terbaik rapper asal Balikpapan ini. “Tabula Rasa” juga kemudian membawa Saykoji menjadi rapper pertama yang memenangkan AMI Awards untuk Artis Jazz Vokal Terbaik.

TENTANG PENULIS

Felix Martua adalah seorang novelis, penulis, dan kontributor lepas berbasis di Kota Bogor, Jawa Barat. Selain mengerjakan proyek fiksi, Felix Martua turut mengulas topik seputar musik, film, seri, buku, novel, pop culture, dan isu sosial-budaya. Felix Martua bisa dihubungi via Instagram @felixmartuaofficial atau dengan mengirimkan email ke [email protected]

 

#felixmartua

welly