Konser Rock Para Millennial di Måneskin Rush! World Tour Singapura - Menyaksikan Kembali Lahirnya Rock n’ Roll

Oleh: wisnu - 01 Dec 2023

Teks & Foto: Wisnu

Kalau jaman dulu kita dengan gampangnya melabelkan genre musik rock seperti pop rock, hard rock, heavy metal dan seterusnya, setelah gelombang alternatif menghantam keras industri musik, sepertinya pengkategorian terasa semakin sulit dan mengada-ada, seperti emo-rock, math-rock, prog-rock dan entah apalagi. Namun kehadiran band dari Italia, Måneskin (dibaca MON-EH-SKIN, yang berarti sinar rembulan) seperti membuyarkan itu semua. Seolah seperti berkata terserah orang mau mengkotakkan kami dimana. Meski pada saya musik mereka cenderung seperti rock asli klasik tempo dulu namun dengan dibalut warna kekinian.

Baru-baru ini Måneskin menginjakkan kakinya di negara tetangga kita, Singapura, sebagai salah satu rangkaian Rush! World Tour mereka sebagai satu-satunya dan kedatangan pertama di negara Asia Tenggara yang dikunjungi. Beruntung CreativeDisc mendapat akses langka ini mulai dari kedatangan di VIP Terminal Changi Airport hingga backstage
attachment

Digelar di Expo Hall-1 pada tanggal 27 November lalu, ke-empat anggotanya; Damiano David (vokal), Thomas Raggi (gitar), Ethan Torchio (drum) dan si basis sexy Victoria De Angelis yang telah dibanjiri awards & achievements malam itu benar-benar membuktikan kelasnya sebagai rockstars kelas dunia saat ini. 

Untuk sebuah rock band, ketika barometer musik para remaja saat ini adalah K-Pop, Billie Eilish atau Taylor Swift, rasanya cukup mengejutkan ketika mendengar bahwa tiket terjual sold-out. Tidak hanya itu, kehadiran para millennial yang didominasi remaja putri ini pun seakan-akan berlomba-lomba untuk membuktikan bahwa mereka merupakan die-hard fans dari Måneskin dengan outfit unik, make-up, gaya rambut, tato dan berbagai aksesoris glamour lainnya. 

Hadirnya band yang lekat dengan image ‘panas’ dan sexy ini, seakan menggiring ingatan saya kembali ke era glam-rock 80 & 90-an seperti Motley Crue, Poison, Warrant, Bon Jovi dan kawan-kawannya, dimana term “sex, drugs & rock n’ roll” merupakan sila pertama kala itu. Fashion dan make-up merupakan senjata andalan disamping elemen musik itu sendiri. Sementara para fans-nya juga rela meniru bergaya ala groupie di gaya hidup mereka sehari-hari, melahap berbagai gaya & dandanan anggota band. Meskipun tentunya pada kasus Måneskin ini berbeda menurut ukuran millennial sekarang. Hal ini yang menjadi pemandangan unik di lobby Singapore Expo malam itu.

Pukul 8.15 malam waktu setempat, dibuka dengan raungan panjang distorsi gitar Thomas untuk lagu “Don’t Wanna Sleep”, histeria massa dimulai. Disambung tanpa jeda dengan “Gossip”, “Zitti E Buoni” dan “Honey”, Damiano sang vokalis bergaya flamboyan dengan ciri khas falsetto parau nya menjadi pusat perhatian para penonton yang kurang lebih 90% didominasi wanita. Platform VIP deck pun bergoyang seakan hendak runtuh.

attachment

Suara khas Damiano ini memberi vibe klasik rock khas 70an, seperti fusi antara Jim Morrison dan Janis Joplin. Sementara gaya pecicilannya mengingatkan kepada Mick Jagger dan David Bowie. Victoria, sang diva dengan bass-nya seperti biasa tampil ‘minim’ namun masih terbilang sopan dibanding konser-konser mereka di Eropa. Meliuk sexy bertandem dengan Ethan menggiring ritme demi ritme lagu. 

Kehebohan terjadi ketika hits mereka “Beggin” dimainkan. Lagu yang selalu membuat histeris ini semakin heboh ketika ditengah lagu baru disadari Vic yang menghilang dari panggung ternyata berada ditengah kerumunan penonton tanpa ada yang menyadari. Penonton baru menyadari ketika spotlight diarahkan untuk menuntun Vic berlari kembali ke atas panggung. Terlambat sudah. Nice trick, Vic!

Seperti sudah menjadi signature style-nya, Vic kembali membuat kehebohan dengan melakukan crowdsurf di atas penonton dengan tetap berfokus pada permainan bass-nya di lagu “I Wanna Be Your Slave” yang tak ayal disambut tangan-tangan para fans yang beruntung, membuat kerja tambahan bagi para security. 

attachment

Bukan Måneskin kalau kehebohan hanya berhenti disitu. Setelah berpindah ke Stage-B, sebuah stage kecil di tengah kerumunan penonton dengan bermain balada akustik; “Transtevere” dan “Timezone”, sebagian penonton kembali diganjar bonus dengan diundangnya mereka keatas panggung untuk satu lagu “Kool Kids”. Seakan tak ada batasan antara artis dan penonton, mereka bernyanyi, berpelukan, minum bersama. Sebuah pemandangan yang membuat fans-nya melongo bagi yang tak kebagian. 

Sebagai encore, dibuka dengan solo gitar menawan dari Thomas, “I Wanna Be Your Slave” kembali dimainkan setelah sebelumnya “The Loneliest”. “Your last chance to rock! Jump! Jump!” seru Damiano tak henti-hentinya memancing penonton, seperti hendak menguras sisa-sisa penghabisan energi penonton. 

attachment

Måneskin malam itu layaknya mengukuhkan dirinya sebagai band rock dengan kelas tersendiri di masa ini. Tak hanya dari karya lagu-lagu dan permainan skill mereka, namun juga pada sisi entertainment diatas panggung, hingga gaya dan kostum. Pertunjukan rock concert yang sempurna, bagi saya. Semoga mereka dapat terus bertahan diantara gempuran musik-musik lain saat ini. tidak hanya hadir sesaat seperti band Jet, misalkan. Meski mereka kini merupakan yang terbesar di benua Eropa, Sayangnya, image mereka sebagai band yang lekat dengan simbol seks, glamour & hedonisme mungkin dianggap kurang ‘aman’ bagi show-show di beberapa negara dunia timur. Sebaliknya di segi musikalitas, tak berlebihan jika saya katakan bahwa This is the rebirth of Rock N’ Roll. Måneskin is the last saviour.


SETLIST
Don't Wanna Sleep
Gossip
Zitti E Buoni
Honey (Are U Coming?)
Supermodel
Coraline
Beggin' (The Four Seasons Cover)
The Driver
For Your Love
Valentine
Gasoline

Acoustic Stage B
Trastevere (Extended Intro)
Timezone

Main Stage
Instrumental (Bass And Drum Break)
I Wanna Be Your Slave
Mammamia
Off My Face
In Nome Del Padre
Bla Bla Bla
Kool Kids

Encore:
The Loneliest
I Wanna Be Your Slave

Terima kasih kepada LAMC Productions Singapore
Text & Foto: Wisnu, W1SNU.COM

wisnu
More from Creative Disc